Senin, 05 Desember 2011
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menguatkan pelaksanaan demokrasi
dan sistem kepartaian yang efektif sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, diperlukan penguatan kelembagaan serta
peningkatan fungsi dan peran Partai Politik;
b. bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik perlu diubah sesuai dengan tuntutan dan dinamika
perkembangan masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-
Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22E ayat (3), Pasal 24C ayat (1),
Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28J Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4801);
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG
NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4801) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 7 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional
dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia
secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta
memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD,
adalah peraturan dasar Partai Politik.
3. Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya
disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai
penjabaran AD.
4. Pendidikan . . .
- 3 -
4. Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan
pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab
setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
5. Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban
Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa
uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang
dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.
6. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum
dan hak asasi manusia.
7. Kementerian adalah Kementerian yang membidangi
urusan hukum dan hak asasi manusia.
2. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (5) diubah, di antara
ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (1a)
dan ayat (1b) serta pada ayat (4) ditambahkan 4 (empat)
huruf yakni huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m, sehingga
Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit
30 (tiga puluh) orang warga negara Indonesia yang telah
berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau sudah menikah
dari setiap provinsi.
(1a) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didaftarkan oleh paling sedikit 50 (lima puluh) orang
pendiri yang mewakili seluruh pendiri Partai Politik
dengan akta notaris.
(1b) Pendiri dan pengurus Partai Politik dilarang merangkap
sebagai anggota Partai Politik lain.
(2) Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.
(3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)
harus memuat AD dan ART serta kepengurusan Partai
Politik tingkat pusat.
(4) AD . . .
- 4 -
(4) AD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat paling
sedikit:
a. asas dan ciri Partai Politik;
b. visi dan misi Partai Politik;
c. nama, lambang, dan tanda gambar Partai Politik;
d. tujuan dan fungsi Partai Politik;
e. organisasi, tempat kedudukan, dan pengambilan
keputusan;
f. kepengurusan Partai Politik;
g. mekanisme rekrutmen keanggotaan Partai Politik dan
jabatan politik;
h. sistem kaderisasi;
i. mekanisme pemberhentian anggota Partai Politik;
j. peraturan dan keputusan Partai Politik;
k. pendidikan politik;
l. keuangan Partai Politik; dan
m. mekanisme penyelesaian perselisihan internal Partai
Politik.
(5) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun dengan menyertakan
paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan
perempuan.
3. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) huruf c, huruf d, dan
huruf e diubah, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Partai Politik harus didaftarkan ke Kementerian untuk
menjadi badan hukum.
(2) Untuk menjadi badan hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Partai Politik harus mempunyai:
a. akta notaris pendirian Partai Politik;
b. nama . . .
- 5 -
b. nama, lambang, atau tanda gambar yang tidak
mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan nama, lambang, atau tanda
gambar yang telah dipakai secara sah oleh Partai
Politik lain sesuai dengan peraturan perundangundangan;
c. kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit
75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah
kabupaten/kota pada provinsi yang bersangkutan
dan paling sedikit 50% (lima puluh perseratus) dari
jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang
bersangkutan;
d. kantor tetap pada tingkatan pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan
umum; dan
e. rekening atas nama Partai Politik.
4. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) diubah sehingga Pasal 4 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Kementerian menerima pendaftaran dan melakukan
penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan dan
kebenaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
Pasal 3 ayat (2).
(2) Penelitian dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh
lima) hari sejak diterimanya dokumen persyaratan
secara lengkap.
(3) Pengesahan Partai Politik menjadi badan hukum
dilakukan dengan Keputusan Menteri paling lama
15 (lima belas) hari sejak berakhirnya proses penelitian
dan/atau verifikasi.
(4) Keputusan Menteri mengenai pengesahan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
5. Ketentuan . . .
- 6 -
5. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5
(1) AD dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan
kebutuhan Partai Politik.
(2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi
pengambilan keputusan Partai Politik.
(3) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didaftarkan ke Kementerian paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya
perubahan tersebut.
(4) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) menyertakan akta notaris mengenai perubahan
AD dan ART.
6. Ketentuan Pasal 16 ayat (2) diubah sehingga Pasal 16
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya
dari Partai Politik apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau
d. melanggar AD dan ART.
(2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur di dalam AD
dan ART.
(3) Dalam . . .
- 7 -
(3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan
adalah anggota lembaga perwakilan rakyat,
pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti
dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga
perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
7. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 19 disisipkan 1 (satu)
ayat yakni ayat (3a), sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 19
(1) Kepengurusan Partai Politik tingkat pusat
berkedudukan di ibu kota negara.
(2) Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi
berkedudukan di ibu kota provinsi.
(3) Kepengurusan Partai Politik tingkat kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
(3a) Kepengurusan Partai Politik tingkat kecamatan
berkedudukan di ibu kota kecamatan.
(4) Dalam hal kepengurusan Partai Politik dibentuk sampai
tingkat kelurahan/desa atau sebutan lain, kedudukan
kepengurusannya disesuaikan dengan wilayah yang
bersangkutan.
8. Ketentuan Pasal 23 ayat (2) diubah sehingga Pasal 23
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
(1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap
tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.
(2) Susunan . . .
- 8 -
(2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan
Partai Politik tingkat pusat didaftarkan ke Kementerian
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
terbentuknya kepengurusan yang baru.
(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diterimanya persyaratan.
9. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c dan huruf d serta
ayat (2) diubah, dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan
1 (satu) ayat yakni ayat (1a), sehingga Pasal 29 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 29
(1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga
negara Indonesia untuk menjadi:
a. anggota Partai Politik;
b. bakal calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah;
dan
d. bakal calon Presiden dan Wakil Presiden.
(1a) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilaksanakan melalui seleksi kaderisasi secara
demokratis sesuai dengan AD dan ART dengan
mempertimbangkan paling sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) keterwakilan perempuan.
(2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan
terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan
perundang-undangan.
(3) Penetapan atas rekrutmen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (1a), dan ayat (2) dilakukan dengan
keputusan pengurus Partai Politik sesuai dengan AD
dan ART.
10. Ketentuan . . .
- 9 -
10. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal 32 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal
Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART.
(2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suatu mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang
dibentuk oleh Partai Politik.
(3) Susunan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh
Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian.
(4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan
paling lambat 60 (enam puluh) hari.
(5) Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain
bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal
perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.
11. Ketentuan Pasal 33 ayat (1) diubah sehingga Pasal 33
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 33
(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri.
(2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat
pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung.
(3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama
60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di
kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah
Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori
kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.
12. Di antara . . .
- 10 -
12. Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 34 disisipkan 2 (dua)
ayat yakni ayat (3a) dan ayat (3b) serta ayat (4) diubah,
sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:
a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberikan secara proporsional kepada Partai Politik
yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang
penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.
(3a) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik
bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.
(3b) Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3a) berkaitan dengan kegiatan:
a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan
bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka
Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga
negara Indonesia dalam membangun etika dan
budaya politik; dan
c. pengkaderan . . .
- 11 -
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara
berjenjang dan berkelanjutan.
(4) Bantuan keuangan dan laporan penggunaan bantuan
keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan (3a) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
13. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 34A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A
(1) Partai Politik wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
yang bersumber dari dana bantuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf c kepada
Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu)
tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(3) Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban
penerimaan dan pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling
lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit.
14. Ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c diubah sehingga
Pasal 35 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf b yang diterima Partai Politik berasal
dari:
a. perseorangan . . .
- 12 -
a. perseorangan anggota Partai Politik yang
pelaksanaannya diatur dalam AD dan ART;
b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling
banyak senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun
anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak
senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus
juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha
dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan,
terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan
kemandirian Partai Politik.
15. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 39
(1) Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara
transparan dan akuntabel.
(2) Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik
setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik.
(3) Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk
keperluan audit dana yang meliputi:
a. laporan realisasi anggaran Partai Politik;
b. laporan neraca; dan
c. laporan arus kas.
16. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga Pasal 45 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 45
Pembubaran Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia oleh Kementerian.
17. Ketentuan . . .
- 13 -
17. Ketentuan Pasal 47 ayat (1) diubah sehingga Pasal 47
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 ayat (1), dan
Pasal 40 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa
penolakan pendaftaran Partai Politik sebagai badan
hukum oleh Kementerian.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf h dikenai sanksi
administratif berupa teguran oleh Pemerintah.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf i dikenai sanksi
administratif berupa penghentian bantuan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah sampai laporan diterima oleh
Pemerintah dalam tahun anggaran berkenaan.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf j dikenai sanksi
administratif berupa teguran oleh Komisi Pemilihan
Umum.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) huruf e dikenai
sanksi administratif yang ditetapkan oleh
badan/lembaga yang bertugas untuk menjaga
kehormatan dan martabat Partai Politik beserta
anggotanya.
18. Ketentuan Pasal 51 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah,
ayat (3) dihapus, di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan
3 (tiga) ayat yakni ayat (1a), ayat (1b), dan ayat (1c), sehingga
Pasal 51 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1) Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan
hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik tetap diakui
keberadaannya dengan kewajiban melakukan
penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan
mengikuti verifikasi.
(1a) Verifikasi . . .
- 14 -
(1a) Verifikasi Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan Partai Politik yang dibentuk setelah
Undang-Undang ini diundangkan, selesai paling
lambat 2 ½ (dua setengah) tahun sebelum hari
pemungutan suara pemilihan umum.
(1b) Dalam hal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak memenuhi syarat verifikasi, keberadaan
Partai Politik tersebut tetap diakui sampai dilantiknya
anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota hasil Pemilihan Umum tahun 2014.
(1c) Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dari Partai Politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1b) tetap diakui keberadaannya
sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota sampai akhir periode
keanggotaannya.
(2) Perubahan AD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (4) huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf m wajib
dipenuhi pada kesempatan pertama diselenggarakan
forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik
sesuai dengan AD dan ART setelah Undang-Undang ini
diundangkan.
(3) Dihapus.
(4) Penyelesaian perkara Partai Politik yang sedang dalam
proses pemeriksaan di pengadilan dan belum diputus
sebelum Undang-Undang ini diundangkan,
penyelesaiannya diputus berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
(5) Perkara Partai Politik yang telah didaftarkan ke
pengadilan sebelum Undang-Undang ini diundangkan
dan belum diproses, perkara dimaksud diperiksa dan
diputus berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 15 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 8
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK
I. UMUM
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat merupakan hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk
memperkuat semangat kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang demokratis. Hak untuk berserikat dan berkumpul ini
kemudian diwujudkan dalam pembentukan Partai Politik sebagai salah satu
pilar demokrasi dalam sistem politik Indonesia.
Partai Politik sebagai pilar demokrasi perlu ditata dan disempurnakan untuk
mewujudkan sistem politik yang demokratis guna mendukung sistem
presidensiil yang efektif. Penataan dan penyempurnaan Partai Politik
diarahkan pada dua hal utama, yaitu, pertama, membentuk sikap dan
perilaku Partai Politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya
politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini
ditunjukkan dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem
seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan
sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua,
memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap
negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan
politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk
menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di
bidang politik.
Upaya . . .
- 2 -
Upaya untuk memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, paling
tidak dilakukan pada empat hal yaitu pertama, mengkondisikan terbentuknya
sistem multipartai sederhana, kedua, mendorong terciptanya pelembagaan
partai yang demokratis dan akuntabel, ketiga, mengkondisikan terbentuknya
kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel dan keempat
mendorong penguatan basis dan struktur kepartaian pada tingkat
masyarakat.
Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam penataan dan penyempurnaan
Partai Politik di Indonesia adalah persyaratan pembentukan Partai Politik,
persyaratan kepengurusan Partai Politik, perubahan AD dan ART, rekrutmen
dan pendidikan politik, pengelolaan keuangan Partai Politik dan kemandirian
Partai Politik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Angka 1
Pasal 1
Cukup jelas.
Angka 2
Pasal 2
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
- 3 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan ”mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang,
dan tanda gambar Partai Politik lain” adalah memiliki
kemiripan yang menonjol dan menimbulkan kesan
adanya persamaan, baik mengenai bentuk, cara
penempatan, cara penulisan maupun kombinasi antara
unsur-unsur yang terdapat dalam nama, lambang, dan
tanda gambar Partai Politik lain.
Huruf c
Kota/kabupaten administratif di wilayah Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta kedudukannya setara dengan
kota/kabupaten di provinsi lain.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kantor tetap” adalah kantor
yang layak, milik sendiri, sewa, pinjam pakai, serta
mempunyai alamat tetap.
Huruf e
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 4
Ayat (1)
Penelitian dan/atau verifikasi Partai Politik dilakukan secara
administratif dan periodik oleh Kementerian bekerja sama
dengan instansi terkait.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 5 . . .
- 4 -
Angka 5
Pasal 5
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 16
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 19
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 23
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 29
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi
antara lain: (1) perselisihan yang berkenaan dengan
kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai
Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4)
penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban
keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan
Partai Politik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
- 5 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 33
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 34
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 34A
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 35
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “akuntan publik” adalah akuntan
yang terdaftar dalam organisasi profesi Ikatan Akuntan
Indonesia.
Yang dimaksud dengan “diumumkan secara periodik” adalah
dipublikasikan setiap setahun sekali melalui media massa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 16 . . .
- 6 -
Angka 16
Pasal 45
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 47
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5189
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan nasional Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata terhadap keutuhan bangsa dan negara;
c. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang, serta ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional;
d. bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel;
e. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368) dinilai tidak sesuai lagi dengan perubahan kelembagaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Tentara Nasional Indonesia yang didorong oleh tuntutan reformasi dan demokrasi, perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga undang-undang tersebut perlu diganti;
f. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169) telah mengamanatkan dibentuknya peraturan perundang-undangan mengenai Tentara Nasional Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu dibentuk Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 20, Pasal 22 A, Pasal 27 ayat (3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169).
Dengan persetujuan bersama antara DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Negara adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Warga Negara adalah warga negara Republik Indonesia.
3. Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.
4. Wilayah adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
6. Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.
7. TNI adalah Tentara Nasional Indonesia.
8. Departemen Pertahanan adalah pelaksana fungsi pemerintah di bidang pertahanan negara.
9. Menteri Pertahanan adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang pertahanan negara.
10. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI.
11. Angkatan adalah Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
12. Kepala Staf Angkatan adalah Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, dan Kepala Staf Angkatan Udara.
13. Prajurit adalah anggota TNI.
14. Dinas Keprajuritan adalah pengabdian seorang warga negara sebagai prajurit TNI.
15. Prajurit Sukarela adalah warga negara yang atas kemauan sendiri mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan.
16. Prajurit Wajib adalah warga negara yang mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan karena diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
17. Prajurit Siswa adalah warga negara yang sedang menjalani pendidikan pertama untuk menjadi prajurit.
18. Pendidikan Pertama adalah pendidikan untuk membentuk Prajurit Siswa menjadi anggota TNI yang ditempuh melalui pendidikan dasar keprajuritan.
19. Pendidikan Pembentukan adalah pendidikan untuk membentuk tamtama menjadi bintara atau bintara menjadi perwira yang ditempuh melalui pendidikan dasar golongan pangkat.
20. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
21. Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.
22. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.
23. Ancaman Militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara kepada negara lain.
24. Ancaman Bersenjata adalah ancaman yang datangnya dari gerakan kekuatan bersenjata.
25. Gerakan Bersenjata adalah gerakan sekelompok warga negara suatu negara yang bertindak melawan pemerintahan yang sah dengan melakukan perlawanan bersenjata.
BAB II JATI DIRI
Pasal 2
Jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
a. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia;
b. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya;
c. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama;
d. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
BAB III KEDUDUKAN
Pasal 3
(1) Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden.
(2) Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi, TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.
Pasal 4
(1) TNI terdiri atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
(2) Tiap-tiap angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.
BAB IV
PERAN, FUNGSI, DAN TUGAS
Bagian Kesatu
Peran
Pasal 5
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 6
(1) TNI, sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai:
a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
b. penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
c. pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara.
Bagian Ketiga Tugas
Pasal 7
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. mengatasi aksi terorisme;
4. mengamankan wilayah perbatasan;
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Pasal 8
Angkatan Darat bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra darat di bidang pertahanan;
b. melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat; dan
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di darat.
Pasal 9
Angkatan Laut bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah;
d. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut;
e. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.
Pasal 10
Angkatan Udara bertugas:
a. melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;
b. menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
c. melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta
d. melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
BAB V
POSTUR DAN ORGANISASI
Bagian Kesatu
Postur
Pasal 11
(1) Postur TNI dibangun dan dipersiapkan sebagai bagian dari postur pertahanan negara untuk mengatasi setiap ancaman militer dan ancaman bersenjata.
(2) Postur TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibangun dan dipersiapkan sesuai dengan kebijakan pertahanan negara.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 12
(1) Organisasi TNI terdiri atas Markas Besar TNI yang membawahkan Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara.
(2) Markas Besar TNI terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Operasi.
(3) Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Pembinaan.
(4) Susunan organisasi TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
(1) TNI dipimpin oleh seorang Panglima.
(2) Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.
(4) Jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
(5) Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(6) Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 (dua puluh) hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(7) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.
(8) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.
(9) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.
(10) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.
Pasal 14
(1) Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggung jawab kepada Panglima.
(2) Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.
(3) Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dari Perwira Tinggi aktif dari angkatan yang bersangkutan dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.
(4) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala Staf Angkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 15
Tugas dan kewajiban Panglima adalah:
1. memimpin TNI;
2. melaksanakan kebijakan pertahanan negara;
3. menyelenggarakan strategi militer dan melaksanakan operasi militer;
4. mengembangkan doktrin TNI;
5. menyelenggarakan penggunaan kekuatan TNI bagi kepentingan operasi militer;
6. menyelenggarakan pembinaan kekuatan TNI serta memelihara kesiagaan operasional;
7. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pertahanan negara;
8. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam hal penetapan kebijakan pemenuhan kebutuhan TNI dan komponen pertahanan lainnya;
9. memberikan pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara;
10. menggunakan komponen cadangan setelah dimobilisasi bagi kepentingan operasi militer;
11. menggunakan komponen pendukung yang telah disiapkan bagi kepentingan operasi militer; serta
12. melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Tugas dan kewajiban Kepala Staf Angkatan adalah:
1. memimpin Angkatan dalam pembinaan kekuatan dan kesiapan operasional Angkatan;
2. membantu Panglima dalam menyusun kebijakan tentang pengembangan postur, doktrin, dan strategi serta operasi militer sesuai dengan matra masing-masing;
3. membantu Panglima dalam penggunaan komponen pertahanan negara sesuai dengan kebutuhan Angkatan; serta
4. melaksanakan tugas lain sesuai dengan matra masing-masing yang diberikan oleh Panglima.
BAB VI
PENGERAHAN DAN PENGGUNAAN KEKUATAN TNI
Bagian Kesatu
Pengerahan
Pasal 17
(1) Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.
(2) Dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 18 (1) Dalam keadaan memaksa untuk menghadapi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata, Presiden dapat langsung mengerahkan kekuatan TNI. (2) Dalam hal pengerahan langsung kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu 2 X 24 jam terhitung sejak dikeluarkannya keputusan pengerahan kekuatan, Presiden harus melaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui pengerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Presiden harus menghentikan pengerahan kekuatan TNI tersebut.
Bagian Kedua
Penggunaan
Pasal 19
(1) Tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI.
(2) Dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panglima bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer untuk perang, dilakukan untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Penggunaan kekuatan TNI dalam rangka tugas perdamaian dunia dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia dan ketentuan hukum nasional.
BAB VII
PRAJURIT Bagian Kesatu
Ketentuan Dasar
Pasal 21
Prajurit adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan.
Pasal 22
Prajurit terdiri atas Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib.
Pasal 23
(1) Prajurit Sukarela menjalani dinas keprajuritan dengan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 24
(1) Prajurit Wajib menjalani dinas keprajuritan berdasarkan ikatan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dalam undang-undang.
Pasal 25
(1) Prajurit adalah insan prajurit yang:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bermoral dan tunduk pada hukum serta peraturan perundang-undangan;
d. berdisiplin serta taat kepada atasan; dan
e. bertanggung jawab dan melaksanakan kewajibannya sebagai tentara.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diwajibkan mengucapkan Sumpah Prajurit.
Pasal 26
(1) Prajurit dikelompokkan dalam golongan kepangkatan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Golongan kepangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 27
(1) Setiap prajurit diberi pangkat sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab hierarki keprajuritan.
(2) Pangkat menurut sifatnya dibedakan sebagai berikut:
a. pangkat efektif diberikan kepada prajurit selama menjalani dinas keprajuritan dan membawa akibat administrasi penuh;
b. pangkat lokal diberikan untuk sementara kepada prajurit yang menjalankan tugas dan jabatan khusus yang sifatnya sementara, serta memerlukan pangkat yang lebih tinggi dari pangkat yang disandangnya, guna keabsahan pelaksanaan tugas jabatan tersebut dan tidak membawa akibat administrasi; dan
c. pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI, berlaku selama masih memangku jabatan keprajuritan tersebut, serta membawa akibat administrasi terbatas.
(3) Susunan, sebutan, dan keselarasan pangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Bagian Kedua Pengangkatan
Pasal 28
(1) Persyaratan umum untuk menjadi prajurit adalah:
a. warga negara Indonesia;
b. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. pada saat dilantik menjadi prajurit berumur paling rendah 18 tahun;
e. tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h. lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI; dan
i. persyaratan lain sesuai dengan keperluan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Pertahanan.
Pasal 29
(1) Pendidikan untuk pengangkatan prajurit terdiri atas pendidikan perwira, bintara, dan tamtama.
(2) Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 30
(1) Perwira dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama perwira bagi yang berasal langsung dari masyarakat:
1. Akademi TNI, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas; dan
2. Sekolah Perwira, dengan masukan dari Sekolah Lanjutan Tingkat Atas atau Perguruan Tinggi.
b. pendidikan pembentukan perwira yang berasal dari prajurit golongan bintara.
(2) Pendidikan perwira sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 31
(1) Bintara dibentuk melalui:
a. pendidikan pertama bintara yang berasal langsung dari masyarakat; atau
b. pendidikan pembentukan bintara yang berasal dari prajurit golongan tamtama.
(2) Pendidikan bintara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 32
(1) Tamtama dibentuk melalui pendidikan pertama tamtama yang langsung dari masyarakat.
(2) Pendidikan tamtama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 33
(1) Perwira diangkat oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Bintara dan tamtama diangkat oleh Panglima.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 34
(1) Pelantikan menjadi prajurit dilaksanakan dengan mengucapkan Sumpah Prajurit.
(2) Pelantikan menjadi prajurit golongan perwira selain mengucapkan Sumpah Prajurit juga mengucapkan Sumpah Perwira.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 35
Sumpah Prajurit adalah sebagai berikut: Demi Allah saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan; bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia; bahwa saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.
Pasal 36
Sumpah Perwira adalah sebagai berikut: Demi Allah saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban perwira dengan sebaik-baiknya terhadap bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; bahwa saya akan menegakkan harkat dan martabat perwira serta menjunjung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga; bahwa saya akan memimpin anak buah dengan memberi suri teladan, membangun karsa, serta menuntun pada jalan yang lurus dan benar; bahwa saya akan rela berkorban jiwa raga untuk membela nusa dan bangsa.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Larangan
Pasal 37
(1) Prajurit berkewajiban menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh bangsa dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara sebagaimana termuat dalam Sumpah Prajurit.
(2) Untuk keamanan negara, setiap prajurit yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan atau prajurit siswa yang karena suatu hal tidak dilantik menjadi prajurit, wajib memegang teguh rahasia tentara walaupun yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat.
Pasal 38
(1) Prajurit dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit dan Kode Etik Perwira.
(2) Ketentuan kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan Panglima.
Pasal 39
Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis;
3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.
Bagian Keempat
Pembinaan
Pasal 40
(1) Setiap prajurit menggunakan pakaian seragam, atribut, perlengkapan, dan peralatan militer sesuai dengan tuntutan tugasnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 41
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan dan penugasan, dengan mempertimbangkan kepentingan TNI serta memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 42
(1) Setiap prajurit memperoleh kesempatan untuk mendapat kenaikan pangkat dan/atau jabatan berdasarkan prestasinya, sesuai dengan pola karier yang berlaku dengan mempertimbangkan kepentingan TNI dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 43
(1) Kenaikan pangkat Kolonel dan Perwira Tinggi ditetapkan oleh Presiden atas usul Panglima.
(2) Kenaikan pangkat selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Panglima.
Pasal 44
(1) Prajurit yang mendapat tugas dengan pertaruhan jiwa raga secara langsung dan berjasa melampaui panggilan tugas dapat dianugerahi kenaikan pangkat luar biasa.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 45 Pengangkatan dan pemberhentian jabatan di dalam struktur TNI selain jabatan Panglima dan Kepala Staf Angkatan, diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 46
(1) Jabatan tertentu dalam struktur di lingkungan TNI dapat diduduki oleh pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 47
(1) Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
(2)Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
(3)Prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen serta tunduk pada
ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud.
(4)Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan.
(5)Pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Panglima bekerja sama dengan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen yang bersangkutan.
(6)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 48
Pemberhentian sementara dari jabatan dilakukan oleh pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan dalam jabatan tersebut, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kelima Kesejahteraan
Pasal 49
Setiap prajurit TNI berhak memperoleh penghasilan yang layak dan dibiayai seluruhnya dari anggaran pertahanan negara yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 50
(1) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh kebutuhan dasar prajurit yang meliputi:
a. perlengkapan perseorangan dan
b. pakaian seragam dinas.
(2) Prajurit dan prajurit siswa memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, yang meliputi:
a. penghasilan yang layak;
b. tunjangan keluarga;
c. perumahan/asrama/mess;
d. rawatan kesehatan;
e. pembinaan mental dan pelayanan keagamaan;
f. bantuan hukum;
g. asuransi kesehatan dan jiwa;
h. tunjangan hari tua; dan
i. asuransi penugasan operasi militer.
(3) Keluarga prajurit memperoleh rawatan kedinasan, yang meliputi:
a. rawatan kesehatan;
b. pembinaan mental dan pelayanan keagamaan;
c. bantuan hukum.
(4) Penghasilan layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diberikan secara rutin setiap bulan kepada prajurit aktif yang terdiri atas:
a. gaji pokok prajurit dan kenaikannya secara berkala sesuai dengan masa dinas;
b. tunjangan keluarga;
c. tunjangan operasi;
d. tunjangan jabatan;
e. tunjangan khusus; dan
f. uang lauk pauk atau natura.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 51
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat memperoleh rawatan dan layanan purnadinas.
(2) Rawatan dan layanan purnadinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi pensiun, tunjangan bersifat pensiun, tunjangan atau pesangon dan rawatan kesehatan.
(3)Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 52
Prajurit dan prajurit siswa berhak mendapatkan tanda jasa kenegaraan berdasarkan prestasi dan jasa-jasanya kepada negara, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Pengakhiran
Pasal 53
Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira, dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama.
Pasal 54
Prajurit dapat diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat.
Pasal 55
(1) Prajurit diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan karena:
a. atas permintaan sendiri;
b. telah berakhirnya masa ikatan dinas;
c. menjalani masa pensiun;
d. tidak memenuhi persyaratan jasmani atau rohani;
e. gugur, tewas, atau meninggal dunia;
f. alih status menjadi pegawai negeri sipil;
g. menduduki jabatan yang menurut peraturan perundang-undangan, tidak dapat diduduki oleh seorang prajurit aktif; dan
h. berdasarkan pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas.
(2) Prajurit yang telah memiliki masa dinas keprajuritan paling sedikit 20 (dua puluh) tahun, berdasarkan pertimbangan khusus sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf h, dapat dipensiun dini dan kepadanya diberikan hak pensiun secara penuh.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 56
(1)Hak prajurit yang gugur atau tewas diberikan kepada ahli warisnya.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 57
Hak prajurit yang menyandang cacat berat, cacat sedang, atau cacat ringan yang diakibatkan karena tugas operasi militer, atau bukan tugas operasi militer selama dalam dinas keprajuritan, diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 58
(1) Prajurit yang dalam melaksanakan tugas tidak kembali bergabung dengan kesatuannya sebagai akibat dari atau diduga diakibatkan oleh tindakan musuh atau di luar kekuasaannya, dinyatakan hilang dalam tugas, wajib terus dicari.
(2) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah 1 (satu) tahun tidak ada kepastian atas dirinya, diberhentikan dengan hormat dan kepada ahli warisnya diberikan hak sebagaimana hak prajurit yang gugur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang kemudian ditemukan kembali dan masih hidup, diangkat kembali sesuai dengan status sebelum dinyatakan hilang dan diberikan hak rawatan dinas penuh selama dinyatakan hilang, dengan memperhitungkan hak yang telah diterima ahli warisnya.
(4) Pernyataan hilang atau pembatalannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan keputusan Panglima.
Pasal 59
(1) Prajurit berpangkat kolonel dan perwira tinggi, diberhentikan dari dinas keprajuritan dengan keputusan Presiden.
(2) Pemberhentian selain yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Panglima.
Pasal 60
(1) Dalam menghadapi keadaan darurat militer dan keadaan perang, setiap Prajurit Sukarela dan Prajurit Wajib yang telah berakhir menjalani dinas keprajuritan dapat diwajibkan aktif kembali.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang.
Pasal 61
(1) Prajurit yang diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan berhak memakai tanda jasa kenegaraan yang dimilikinya pada waktu menghadiri upacara nasional atau kemiliteran sesuai yang diperolehnya pada saat masih berdinas aktif.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
Pasal 62
(1) Prajurit diberhentikan dengan tidak hormat karena mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap perwira dilaksanakan setelah mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Perwira.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 63
(1) Perkawinan, perceraian, dan rujuk bagi setiap prajurit dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan Panglima.
Bagian Ketujuh Ketentuan Hukum
Pasal 64
Hukum militer dibina dan dikembangkan oleh pemerintah untuk kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara.
Pasal 65
(1) Prajurit Siswa tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku bagi prajurit.
(2) Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.
(3) Apabila kekuasaan peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi, maka prajurit tunduk di bawah kekuasaan peradilan yang diatur dengan undang-undang.
BAB VIII PEMBIAYAAN
Pasal 66
(1) TNI dibiayai dari anggaran pertahanan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Keperluan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Pasal 67
(1) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran TNI, Panglima mengajukan kepada Menteri Pertahanan untuk dibiayai seluruhnya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Dalam hal pemenuhan dukungan anggaran operasi militer yang bersifat mendesak, Panglima mengajukan anggaran kepada Menteri Pertahanan untuk dibiayai dari anggaran kontijensi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
(3) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimintakan persetujuan oleh Menteri Pertahanan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 68
(1) TNI wajib mengelola anggaran pertahanan negara yang dialokasikan oleh pemerintah.
(2) TNI wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran pertahanan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Pertahanan.
(3) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta efisiensi untuk menerapkan tata pemerintahan yang baik.
(4) Pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 69
Pengawasan dan pemeriksaan pengelolaan anggaran pertahanan negara oleh TNI dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB IX
HUBUNGAN KELEMBAGAAN
Pasal 70
(1) Hubungan dan kerja sama TNI dengan lembaga, badan, serta instansi di dalam negeri didasarkan atas kepentingan pelaksanaan tugas TNI dalam kerangka pertahanan negara.
(2) Hubungan dan kerja sama luar negeri dilakukan dalam rangka tugas operasional, kerja sama teknik, serta pendidikan dan latihan.
(3) Hubungan dan kerja sama dalam dan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan negara.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat berlakunya undang-undang ini, ketentuan tentang usia pensiun sebagaimana dimaksud pasa Pasal 53, diatur sebagai berikut.
a. Usia pensiun paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun bagi perwira dan 53 (lima puluh tiga) tahun bagi bintara dan tamtama, hanya berlaku bagi prajurit TNI yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan belum dinyatakan pensiun dari dinas TNI.
b. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur secara bertahap.
(1) Perwira yang tepat berusia atau belum genap berusia 55 (lima puluh lima) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;
(2) Perwira yang belum genap berusia 54 (lima puluh empat) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 57 (lima puluh tujuh) tahun;
Perwira yang belum genap berusia 53 (lima puluh tiga) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
(3) Bintara dan Tamtama yang tepat berusia atau belum genap 48 (empat puluh delapan) tahun, baginya diberlakukan masa dinas keprajuritan sampai dengan usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun;
Pasal 72
Bagi perwira yang pada tanggal undang-undang ini diundangkan sedang menjalani penahanan dalam dinas keprajuritan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tetap berlaku ketentuan tersebut sampai masa penahanan dalam dinas keprajuritannya berakhir.
Pasal 73
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan tentang TNI dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan undang-undang ini.
Pasal 74
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan.
(2) Selama undang-undang peradilan militer yang baru belum dibentuk, tetap tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Pasal 75
(1) Segala peraturan pelaksanaan undang-undang ini ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun sejak berlakunya undang-undang ini.
(2) Segala penyebutan, penamaan, dan istilah yang berkaitan dengan postur, organisasi, struktur, tugas pokok, dan kewenangan TNI harus diubah atau diganti sesuai dengan undang-undang ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini diberlakukan.
Pasal 76
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang ini, Pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung.
(2) Tata cara dan ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ayat (1) diatur dengan keputusan Presiden.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 4) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 78 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta Pada tanggal:
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN ………. NOMOR ………..
PENJELASAN
ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2004
TENTANG TENTARA NASIONAL INDONESIA
I. UMUM 1. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan nasional, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mencapai amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut memerlukan upaya bersama segenap bangsa Indonesia. Upaya bersama dimaksud diwujudkan dalam peran, fungsi, dan tugas tiap-tiap komponen bangsa serta dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Pertahanan negara merupakan salah satu bentuk upaya bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional. Hakikat pertahanan negara adalah keikutsertaan tiap-tiap warga negara sebagai perwujudan hak dan kewajibannya dalam usaha pertahanan negara. Hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara tersebut diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan ayat (2) menegaskan bahwa usaha pertahanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, yaitu bahwa Tentara Nasional Indonesia merupakan kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
2. Sebagai kekuatan utama yang menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disebut sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara, Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Dalam Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa susunan, kedudukan, hubungan, dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dalam melaksanakan tugas, termasuk syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan negara serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan diatur dengan undang-undang.
3. Reformasi nasional Indonesia yang didorong oleh semangat bangsa Indonesia untuk menata kehidupan dan masa depan bangsa yang lebih baik telah menghasilkan perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan kenegaraan. Perubahan tersebut telah ditindaklanjuti antara lain melalui penataan kelembagaan sesuai dengan perkembangan lingkungan dan tuntutan tugas ke depan. Perubahan pada sistem kenegaraan berimplikasi pula terhadap Tentara Nasional Indonesia, antara lain adanya pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyebabkan perlunya penataan kembali peran dan fungsi masing-masing. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, sekaligus menjadi referensi yuridis dalam mengembangkan suatu undang-undang yang mengatur tentang Tentara Nasional Indonesia.
4. Bahwa Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai dengan kepentingan politik negara yang mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel.
5. Dengan perkembangan kondisi lingkungan yang semakin maju baik internasional maupun nasional, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1988 tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah tidak sesuai lagi dan oleh karena itu, perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menggantikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982, peran, fungsi dan tugas Tentara Nasional Indonesia yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 tersebut dipandang perlu untuk dijabarkan dan diwadahi dalam suatu undang-undang tersendiri.
6. Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas dan untuk memelihara kelangsungan serta kelancaran pelaksanaan peran, fungsi, dan tugas Tentara Nasional Indonesia ke depan, maka diperlukan undang-undang tentang Tentara Nasional Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud dengan Tentara Rakyat adalah tentara yang berasal dari rakyat bersenjata yang berjuang melawan penjajah untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan pada perang kemerdekaan tahun 1945--1949 dengan semboyan “merdeka atau mati”. Rakyat yang menjadi dasar terbentuknya TNI pada saat itu adalah bekas prajurit Hindia Belanda dan Jepang, antara lain Heiho, Kaigun Heiho, dan PETA serta yang berasal dari rakyat, yaitu Barisan Pemuda, Hisbullah, Sabililah, dan Pelopor, di samping laskar-laskar dan tentara pelajar yang tersebar di daerah-daerah lain, baik yang sudah maupun yang belum memperoleh latihan militer, yang keseluruhannya terhimpun dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dalam proses perjalanan sejarah serta penataan untuk mendukung profesionalisme dan mengakomodasi potensi kekuatan perjuangan, maka dilakukanlah penyempurnaan organisasi. BKR berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang berubah lagi menjadi Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), kemudian menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), dan terakhir mulai tanggal 3 Juni tahun 1947 menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam perkembangannya, pada tanggal 21 Juni tahun 1962, TNI pernah berubah nama menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). ABRI terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada tahun 2000 ABRI kembali berubah menjadi TNI setelah dikeluarkannya Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam jati dirinya TNI sebagai Tentara Rakyat berarti bahwa anggota TNI direkrut dari warga negara Indonesia.
Huruf b Yang dimaksud dengan Tentara Pejuang adalah bahwa TNI dalam melaksanakan tugasnya berjuang menegakkan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara moral, berjuang memiliki makna tidak mengenal menyerah terhadap setiap tantangan
tugas yang dilaksanakan. Pemahaman “tidak mengenal menyerah” di sini berarti tidak menyerah kepada lawan dalam konteks taktik dan strategi perang. Tidak mengenal menyerah berarti bahwa setiap upaya untuk mencapai tujuan harus selalu diusahakan dengan terukur.
Huruf c Yang dimaksud dengan TNI sebagai Tentara Nasional adalah bahwa TNI merupakan tentara kebangsaan, bukan tentara kedaerahan, suku, ras, atau golongan agama. TNI mengutamakan kepentingan nasional dan kepentingan bangsa di atas semua kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.
Huruf d Yang dimaksud dengan Tentara Profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Untuk itu, tentara perlu dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik, dilatih manuver taktik secara baik, dididik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik, dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik, serta kesejahteraan prajuritnya dijamin oleh negara sehingga diharapkan mahir bertempur. Tentara tidak berpolitik praktis dalam arti bahwa tentara hanya mengikuti politik negara, dengan mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Yang dimaksud dengan supremasi sipil adalah kekuasaan politik yang dimiliki atau melekat pada pemimpin negara yang dipilih rakyat melalui hasil pemilihan umum sesuai dengan asas demokrasi. Supremasi sipil dalam hubungannya dengan TNI berarti bahwa TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan Presiden melalui proses mekanisme ketatanegaraan.
Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud berkedudukan di bawah Presiden adalah bahwa keberadaan TNI di bawah kekuasaan Presiden.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan di bawah koordinasi Departemen Pertahanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perencanaan strategis yang meliputi aspek pengelolaan pertahanan negara, kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI dan komponen pertahanan lainnya, sedangkan pembinaan kekuatan TNI berkaitan dengan pendidikan, latihan, penyiapan kekuatan, doktrin militer berada pada Panglima TNI dengan dibantu para Kepala Staf Angkatan.
Dalam rangka pencapaian efektivitas dan efisiensi pengelolaan pertahanan negara, pada masa yang akan datang institusi TNI berada dalam Departemen Pertahanan.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Yang dimaksud dengan kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, seperti rapat konsultasi dan rapat kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan penangkal adalah kekuatan nyata TNI yang mempunyai aspek psikologis untuk diperhitungkan oleh lawan sehingga mengurungkan niat lawan
sekaligus juga mencegah niat lawan yang akan mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
Huruf b Yang dimaksud dengan penindak adalah kekuatan TNI yang mampu menghancurkan kekuatan yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
Huruf c Yang dimaksud dengan pemulih adalah kekuatan TNI bersama-sama dengan instansi pemerintah lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang, pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme, dan bencana alam. Dalam konteks internasional, TNI turut berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia melalui upaya penciptaan dan pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan menegakkan kedaulatan negara adalah mempertahankan kekuasaan negara untuk melaksanakan pemerintahan sendiri yang bebas dari ancaman.
Yang dimaksud dengan menjaga keutuhan wilayah adalah mempertahankan kesatuan wilayah kekuasaan negara dengan segala isinya, di darat, laut, dan udara yang batas-batasnya ditetapkan dengan undang-undang.
Yang dimaksud dengan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah adalah melindungi jiwa, kemerdekaan, dan harta benda setiap warga negara.
Ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, antara lain sebagai berikut:
a. agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara, antara lain:
1. invasi berupa penggunaan kekuatan bersenjata; 2. bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya; 3. blokade pelabuhan, pantai, wilayah udara, atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. serangan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat, laut, dan udara; 5. keberadaan atau tindakan unsur kekuatan bersenjata asing dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertentangan dengan ketentuan atau perjanjian yang telah disepakati; 6. tindakan suatu negara yang mengizinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain untuk melakukan agresi atau invasi terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia; 7. pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 8. ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden. b. pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain; c. pemberontakan bersenjata, yaitu suatu gerakan bersenjata yang melawan pemerintah yang sah; d. sabotase dari pihak tertentu untuk merusak instalasi penting dan objek vital nasional; e. spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer; f. aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh teroris internasional atau bekerja sama dengan teroris dalam negeri atau oleh teroris dalam negeri; g.
ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional Indonesia, yang dilakukan pihak-pihak tertentu, dapat berupa:
1. pembajakan atau perompakan;
2. penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa;
3. penangkapan ikan secara ilegal atau pencurian kekayaan di laut. h. konflik komunal yang terjadi antarkelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan operasi militer untuk perang adalah segala bentuk pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI, untuk melawan kekuatan militer negara lain yang melakukan agresi terhadap Indonesia, dan/atau dalam konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih, yang didahului dengan adanya pernyataan perang dan tunduk pada hukum perang internasional.
Huruf b Angka 1 Cukup jelas.
Angka 2 Cukup jelas.
Angka 3 Cukup jelas.
Angka 4 Cukup jelas.
Angka 5 Yang dimaksud dengan objek vital nasional yang bersifat strategis adalah objek-objek yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan martabat bangsa, serta kepentingan nasional yang ditentukan oleh keputusan pemerintah.
Angka 6 Cukup jelas.
Angka 7 Cukup jelas.
Angka 8 Yang dimaksud dengan memberdayakan wilayah pertahanan adalah:
a. membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan operasi militer untuk perang, yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan semesta. b. membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. c. membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Angka 9 Yang dimaksud dengan membantu tugas pemerintah di daerah adalah membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam kondisi dan situasi yang memerlukan sarana, alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam, merehabilitasi infra struktur, serta mengatasi masalah akibat pemogokan dan konflik komunal.
Angka 10 Cukup jelas.
Angka 11 Cukup jelas.
Angka 12 Cukup jelas.
Angka 13 Cukup jelas.
Angka 14 Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 8 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan menjaga keamanan wilayah perbatasan darat adalah segala upaya, pekerjaan, dan kegiatan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa di wilayah perbatasan dengan negara lain dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Pasal 9 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan menegakkan hukum dan menjaga keamanan adalah segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan penegakan hukum di laut sesuai dengan kewenangan TNI AL (constabulary function) yang berlaku secara universal dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk mengatasi ancaman tindakan kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di wilayah laut yurisdiksi nasional. Menegakkan hukum yang dilaksanakan oleh TNI AL di laut, terbatas dalam lingkup pengejaran, penangkapan, penyelidikan, dan penyidikan perkara yang selanjutnya diserahkan kepada Kejaksaan, TNI AL tidak menyelenggarakan pengadilan.
Huruf c Yang dimaksud dengan diplomasi Angkatan Laut (naval diplomacy) adalah fungsi diplomasi sesuai dengan kebijakan politik luar negeri yang melekat pada peran Angkatan Laut secara universal sesuai dengan kebiasaan internasional, serta sudah menjadi sifat dasar dari setiap kapal perang suatu negara yang berada di negara lain memiliki kekebalan diplomatik dan kedaulatan penuh.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Pasal 10 Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Yang dimaksud dengan menegakkan hukum dan menjaga keamanan udara adalah segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk menjamin terciptanya kondisi wilayah udara yang aman serta bebas dari ancaman kekerasan, ancaman navigasi, serta pelanggaran hukum di wilayah udara yurisdiksi nasional.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan postur pertahanan negara adalah wujud penampilan kekuatan pertahanan negara yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, kemampuan dan penggelaran sumber daya nasional yang ditata dalam sistem pertahanan negara, terdiri dari komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan postur TNI adalah wujud penampilan TNI yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan TNI. Pembangunan dan penggelaran kekuatan TNI tersebut harus memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik dan pulau terpencil sesuai dengan kondisi geografis dan strategi pertahanan.
Dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis dan penggelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.
Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan Komando Utama Operasi adalah kekuatan TNI yang terpusat yang berada di bawah komando Panglima TNI.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan Komando Utama Pembinaan adalah kekuatan TNI yang memiliki fungsi pembinaan kekuatan matra yang berada di bawah komando Kepala Staf Angkatan.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat adalah pendapat berdasarkan alasan dan pertimbangan yang kuat tentang aspek moral dan kepribadian berdasarkan rekam jejak.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
(bersambung)
Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Yang dimaksud dengan terhitung sejak permintaan persetujuan calon Panglima disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat adalah pada saat permintaan persetujuan tersebut secara administratif telah berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (7) Cukup jelas.
Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas.
Ayat (10) Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Angka 1 Cukup jelas.
Angka 2 Cukup jelas.
Angka 3 Cukup jelas.
Angka 4 Cukup jelas.
Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas.
Angka 7 Cukup jelas.
Angka 8 Cukup jelas.
Angka 9 Yang dimaksud dengan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan negara, antara lain perencanaan untuk :
a. memberikan kemampuan melalui pendidikan dan latihan agar dapat melaksanakan tugas pertahanan negara. b. mengintegrasikan kekuatan pengganda yang berasal dari komponen cadangan dan komponen pendukung ke dalam organisasi kekuatan pertahanan negara. c. membina serta memelihara kemampuan komponen cadangan dan komponen pendukung secara bertingkat dan berlanjut guna menjamin kesiapsiagaan. d. menggunakan komponen cadangan dan komponen pendukung untuk menghadapi ancaman. Angka 10 Penggunaan komponen cadangan setelah dimobilisasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Angka 11 Cukup jelas.
Angka 12 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas.
Pasal 17 Cukup jelas.
Pasal 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah situasi dan keadaan yang kalau dibiarkan akan mengakibatkan kekacauan keamanan dan kerugian negara yang lebih besar sehingga perlu segera mengambil tindakan untuk mencegah dan mengatasi ancaman militer dan/atau ancaman bersenjata guna menyelamatkan kepentingan nasional.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Penggunaan kekuatan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Presiden adalah tindakan operasi militer.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22 Cukup jelas.
Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Sumpah Prajurit adalah pernyataan atau janji kesetiaan dan ketaatan seorang prajurit kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membaktikan diri kepada bangsa dan Negara Indonesia. Pada saat dilantik menjadi prajurit, setiap prajurit harus mengucapkan Sumpah Prajurit.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cara pemberian pangkat dilakukan dengan pengangkatan pertama yang diberikan setelah lulus pendidikan pertama dan pendidikan pembentukan, serta dengan kenaikan pangkat yang, terdiri dari:
1. Kenaikan pangkat regular diberikan pada waktu tertentu kepada prajurit yang telah memenuhi persyaratan jabatan dan masa peninjauan. 2. Kenaikan pangkat khusus terdiri atas:
a. Kenaikan pangkat luar biasa diberikan kepada prajurit yang mengemban penugasan khusus dengan pertaruhan jiwa raga secara langsung dan berjasa melampaui panggilan tugas. Kenaikan pangkat ini dapat dianugerahkan secara anumerta.
b. Kenaikan pangkat penghargaan diberikan kepada prajurit menjelang akhir dinas keprajuritan karena telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Cukup jelas.
Pasal 30 Cukup jelas.
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35 Yang dimaksud dengan rahasia tentara adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas-tugas tentara yang apabila jatuh ke tangan orang lain yang tidak berhak akan merugikan negara di bidang pertahanan.
Yang dimaksud dengan kata “akan” adalah bahwa setelah mengucapkan sumpah prajurit, selanjutnya prajurit serta merta mematuhi seluruh isi sumpah prajurit.
Yang dimaksud dengan taat kepada atasan adalah mematuhi seluruh perintah yang berhubungan dengan tugas keprajuritan, sepanjang tidak bertentangan dengan perintah agama yang dianutnya.
Pasal 36 Sumpah perwira diucapkan oleh prajurit yang dilantik sebagai perwira, merupakan pernyataan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Kode Etik Prajurit antara lain Sapta Marga dan Delapan Wajib TNI, sedangkan Kode Etik Perwira adalah Budhi Bhakti Wira Utama.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pakaian seragam adalah pakaian dinas TNI.
Yang dimaksud dengan atribut adalah tanda-tanda yang dikenakan oleh prajurit antara lain tanda pangkat, tanda jasa, tanda satuan, dan tanda kecakapan.
Yang dimaksud dengan perlengkapan dan peralatan militer adalah perlengkapan dan peralatan perorangan serta satuan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas.
Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud dengan melampaui panggilan tugas adalah bahwa seseorang prajurit TNI tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya melakukan tindakan kepahlawanan dalam suatu tugas demi bangsa dan negara, walaupun tindakan itu tidak dilakukannya, tidak akan disalahkan. Apabila yang bersangkutan akhirnya gugur dalam melakukan tindakan kepahlawanan yang berhasil tersebut, maka dapat dianugerahi penghargaan kenaikan pangkat luar biasa anumerta.
Kenaikan pangkat luar biasa atau kenaikan pangkat luar biasa anumerta, dianugerahkan terutama kepada tamtama dan bintara. Penganugerahan kenaikan pangkat ini tidak menutup kemungkinan penganugerahan tanda jasa kenegaraan untuk jasa yang sama.
Pada penganugerahan kenaikan pangkat luar biasa ini dinyatakan secara jelas dan terinci, dalam piagam dan dibacakan pada saat penganugerahan tentang siapa yang melakukan tindakan itu, apa yang dilakukannya, kapan dilakukan, di mana peristiwa itu terjadi dan jasa atau hasil positif dari tindakan kepahlawanan prajurit yang bersangkutan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 45 Cukup jelas.
Pasal 46 Cukup jelas.
Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan jabatan adalah jabatan yang dapat diduduki oleh prajurit aktif tidak termasuk jabatan Menteri Pertahanan atau jabatan politis lainnya.
Ayat (3) Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49 Cukup jelas.
Pasal 50 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan keluarga prajurit adalah isteri/suami beserta anak yang menjadi tanggungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4) Cukup jelas.
Ayat (5) Cukup jelas.
Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Prajurit karier yang diberhentikan dengan hormat dari dinas keprajuritan menerima:
a. pensiun, bilamana telah menjalani dinas keprajuritan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun; b. tunjangan bersifat pensiun, bilamana:
1) telah menjalani dinas keprajuritan antara 15 (lima belas) tahun hingga kurang dari 20 (dua puluh) tahun; atau
2) telah mencapai batas usia tunjangan bersifat pensiun yang ditentukan dan telah menjalani dinas keprajuritan antara 10 (sepuluh) tahun hingga 15 (lima belas) tahun; c. tunjangan, bilamana belum mencapai batas usia tunjangan bersifat pensiun akan tetapi telah menjalani dinas keprajuritan antara 5 (lima) tahun hingga kurang dari 15 (lima belas) tahun; atau d. pesangon, bagi yang telah menjalani dinas keprajuritan kurang dari 5 (lima) tahun, yang diterimakan sekaligus sebesar gaji terakhir dikalikan dengan jumlah tahun masa dinas keprajuritan. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 52 Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas.
Pasal 55 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Yang dimaksud dengan menjalani masa pensiun adalah masa di mana prajurit tersebut selesai melaksanakan kedinasan militer untuk kembali ke masyarakat.
Bagi prajurit yang menjalani masa pensiun berhak memperoleh masa persiapan pensiun (MPP) selama 1 (satu) tahun.
Pemberian MPP tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada prajurit yang bersangkutan mencari jenis pekerjaan lainnya sebagai persiapan setelah pensiun.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e
1. Gugur adalah menemui ajal dalam melaksanakan tugas atau tugas pertempuran sebagai akibat langsung tindakan lawan. 2. Tewas adalah menemui ajal dalam melaksanakan tugas berdasarkan perintah dinas bukan akibat tindakan lawan. 3. Meninggal dunia adalah menemui ajal bukan karena melaksanakan tugas.
Huruf f Cukup jelas.
Huruf g Cukup jelas.
Huruf h Yang dimaksud dengan pertimbangan khusus untuk kepentingan dinas adalah apabila :
1. dinas memerlukan pengurangan jumlah prajurit karena kelebihan tenaga yang disebabkan terjadinya penghapusan sebagian maupun seluruhnya dari bagian atau kesatuannya karena perubahan susunan organisasi TNI. 2. tidak menduduki jabatan struktural maupun fungsional paling sedikit selama satu tahun berturut-turut karena tidak memenuhi persyaratan administrasitif dan kemampuan untuk menduduki suatu jabatan, kecuali sedang mengikuti pendidikan. Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 56 Cukup jelas.
Pasal 57 Yang dimaksud cacat berat adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang mengakibatkan prajurit tidak mampu sama sekali untuk melakukan pekerjaan atau kegiatan apapun sehingga menjadi beban orang lain.
Yang dimaksud cacat sedang adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang mengakibatkan penyandang cacat tidak mampu lagi menjalani dinas keprajuritan, namun masih mampu berkarya di luar lingkungan TNI.
Yang dimaksud dengan cacat ringan adalah cacat jasmani dan/atau rohani yang tidak mengakibatkan penyandang cacat terganggu dalam melaksanakan tugas.
Pasal 58 Ayat (1) Wajib terus dicari dalam jangka waktu yang tidak terbatas disesuaikan dengan kondisi situasi dan kemampuan pemerintah.
Ayat (2) Diberhentikan dengan hormat merupakan tindakan pertama yang perlu diambil berdasar atas keputusan Panglima yang menetapkan prajurit yang bersangkutan hilang. Setelah didapat kepastian atas diri prajurit yang bersangkutan, maka diadakan penyesuaian, antara lain diberhentikan dengan hormat karena gugur, tewas atau meninggal dunia atau diberhentikan dengan tidak hormat karena nyata-nyata merugikan disiplin keprajuritan atau kalau perlu diajukan ke Peradilan Militer karena desersi.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan masih hidup adalah keadaan dengan segala kondisi seperti cacat berat, cacat sedang dan lain-lain.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 59 Cukup jelas.
Pasal 60 Cukup jelas.
Pasal 61 Cukup jelas.
Pasal 62 Cukup jelas.
Pasal 63 Cukup jelas.
Pasal 64 Yang dimaksud dengan hukum militer adalah semua perundang-undangan nasional yang subjek hukumnya adalah anggota militer atau orang yang dipersamakan sebagai militer berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu segala hukum dan ketentuan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan tugas TNI dalam melaksanakan fungsi pertahanan negara dikategorikan sebagai hukum militer.
Hukum militer sebagaimana dimaksud di atas perlu dicapai kesatuan hukum, kepastian hukum dan kodifikasi hukum. Oleh sebab itu, hukum militer tersebut perlu dibina dan dikembangkan oleh departemen yang melaksanakan fungsi pemerintahan di bidang pertahanan negara.
Pasal 65 Ayat (1) Hukum yang dimaksud adalah hukum administrasi, hukum disiplin dan hukum pidana yang berlaku bagi prajurit termasuk peraturan khusus yang dikeluarkan oleh pimpinan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 66 Cukup jelas.
Pasal 67 Ayat (1) Semua pemenuhan dukungan anggaran TNI untuk melaksanakan tugas pembinaan kekuatan dan penggunaan kekuatannya dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan oleh Departemen Pertahanan.
Ayat (2) Semua pemenuhan dukungan anggaran operasi militer yang bersifat mendesak untuk keperluan pelaksanaan tugas dibiayai dengan anggaran kontijensi yang pelaksanaannya diajukan oleh Departemen Pertahanan dan melalui proses persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 68 Cukup jelas.
Pasal 69 Cukup jelas.
Pasal 70 Cukup jelas.
Pasal 71 Cukup jelas.
Pasal 72 Cukup jelas.
Pasal 73 Cukup jelas.
Pasal 74 Cukup jelas.
Pasal 75 Cukup
Pasal 76 Cukup jelas.
Pasal 77 Cukup jelas.
Pasal 78 Cukup jelas.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap
orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi
manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu ciri penting negara demokratis yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan
sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik
terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah
satu upaya untuk mengembangkan masyarakat
informasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
M E M U T U S K A N:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK.
BAB I …
- 2 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan,
dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan
pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh
suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau
penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara,
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang
berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk
teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang
terjadi antara badan publik dan pengguna informasi
publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan
menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan.
6. Mediasi …
- 3 -
6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi
publik antara para pihak melalui bantuan mediator
komisi informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa
informasi publik antara para pihak yang diputus oleh
komisi informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan
diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan
tertentu pada badan publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah
pejabat yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,
dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang,
badan hukum, atau badan publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang
menggunakan informasi publik sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara
dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan
permintaan informasi publik sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat
diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan
terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap
Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat
waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
(4) Informasi …
- 4 -
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia
sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan
kepentingan umum didasarkan pada pengujian
tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu
informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah
dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang
lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui
rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan
publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan
publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan
Publik yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu
yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di
lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi yang berkualitas.
BAB III …
- 5 -
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk
umum untuk memperoleh Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui
permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini;
dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
permintaan Informasi Publik disertai alasan
permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh
Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan
sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik,
baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri
maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga …
- 6 -
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Pasal 6
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi
yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi
Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh
Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan
perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak
sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;
dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan
dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada
di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi
Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai
dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik
yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi
dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik
secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.
(4) Badan …
- 7 -
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara
tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk
memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan
negara.
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan
Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media
elektronik dan nonelektronik.
Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan
dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi
Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan
Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
(5) Cara-cara …
- 8 -
(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan
Publik memberikan dan menyampaikan Informasi
Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk
Teknis Komisi Informasi.
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta
Pasal 10
(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara sertamerta
suatu informasi yang dapat mengancam hajat
hidup orang banyak dan ketertiban umum.
(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik
setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di
bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi
yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan
pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen
pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya
perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat
Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk
umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
h. laporan …
- 9 -
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi
Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi
masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan
dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50
dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat
diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan
Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna
Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi
Informasi.
Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan
informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam
memenuhi setiap permintaan informasi;
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan
informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.
Pasal 13
(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan
sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan
layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar
sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan
Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu
oleh pejabat fungsional.
Pasal 14 …
- 10 -
Pasal 14
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan
usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-
Undang ini adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan
serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian,
dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan
anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan
laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga
pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota
komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan
pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang
terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang
baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan
kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban
pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/
Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik
dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program …
- 11 -
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan partai yang berasal dari hasil
muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan
lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi
nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar
negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap
Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat …
- 12 -
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak
pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan
rencana-rencana yang berhubungan dengan
pencegahan dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan
penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana,
dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha
tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara,
yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik
dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi
tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran
atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari
dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen,
operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan
negara yang meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi
kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta
rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan
pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data …
- 13 -
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan
negara lain terbatas pada segala tindakan
dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat
membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan/atau data terkait
kerjasama militer dengan negara lain yang
disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai
rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang
nasional atau asing, saham dan aset vital milik
negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga,
dan model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank,
pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau
properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi,
atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan
uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah
diambil oleh negara dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang
dipergunakan dalam menjalankan hubungan
internasional; dan/atau
4. perlindungan …
- 14 -
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur
strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi
dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan
kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening
bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan
kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi
kemampuan seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang
berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik
atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-Undang.
Pasal 18
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang
dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran,
ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak
berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam
ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga
penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau
penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak
hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak
hukum;
f. laporan …
- 15 -
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi;
dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan
persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang
dalam jabatan-jabatan publik.
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana
di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga
Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi
kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara
mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara
perdata yang berkaitan dengan keuangan atau
kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin
diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara
kepada Presiden.
(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga
Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan
dan keamanan negara dan kepentingan umum,
Presiden dapat menolak permintaan informasi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19 …
- 16 -
Pasal 19
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap
Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum
menyatakan Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk
diakses oleh setiap Orang.
Pasal 20
(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f tidak bersifat permanen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu
pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik
didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya
ringan.
Pasal 22
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
permintaan untuk memperoleh Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak
tertulis.
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat
Pemohon Informasi Publik, subjek dan format
informasi serta cara penyampaian informasi yang
diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat
permintaan Informasi Publik yang diajukan secara
tidak tertulis.
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti
penerimaan permintaan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan
diterima.
(5) Dalam …
- 17 -
(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung
atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran
diberikan saat penerimaan permintaan.
(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat,
pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan
bersamaan dengan pengiriman informasi.
(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya permintaan, Badan Publik yang
bersangkutan wajib menyampaikan pemberitahuan
tertulis yang berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah
penguasaannya ataupun tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik
yang menguasai informasi yang diminta apabila
informasi yang diminta tidak berada di bawah
penguasaannya dan Badan Publik yang menerima
permintaan mengetahui keberadaan informasi
yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan
alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau
sebagian dicantumkan materi informasi yang akan
diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi
yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan
tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan
dan materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan
diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh
informasi yang diminta.
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat
memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan
memberikan alasan secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan
informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi
Informasi.
BAB VII …
- 18 -
BAB VII
KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 23
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi
menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar
layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 24
(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat,
Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi
Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota
Negara.
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota
provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh)
orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan
unsur masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang
yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua
merangkap anggota dan didampingi oleh seorang
wakil ketua merangkap anggota.
(4) Ketua …
- 19 -
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para
anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota
Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai
kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus
permohonan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon
Informasi Publik berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan
Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian
sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa
Informasi Publik di daerah selama Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan
tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini
kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktuwaktu
jika diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan
memutus Sengketa Informasi Publik di daerah
melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kelima …
- 20 -
Bagian Kelima
Wewenang
Pasal 27
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi
memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak
yang bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang
dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk
mengambil keputusan dalam upaya
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat
Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai
saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar
keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi
penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada
publik sehingga masyarakat dapat menilai
kinerja Komisi Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi
kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik
yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan
Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik
tingkat kabupaten/kota selama Komisi Informasi di
provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota
tersebut belum terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi
kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut
Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota
meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang
menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota
yang bersangkutan
Bagian Keenam …
- 21 -
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 28
(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada
Presiden dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada
gubernur dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang
bersangkutan.
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab
kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan
tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/
kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat
terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29
(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola
Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat
komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh
Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh
sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas
dan wewenangnya di bidang komunikasi dan
informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi.
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan
oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang
komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang
bersangkutan.
(5) Sekretariat …
- 22 -
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota
dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan
wewenang di bidang komunikasi dan informasi di
tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi
Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima)
tahun atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang
keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari
hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan
Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya
dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi
anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi
dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur,
dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib
diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan
penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai
alasan.
Pasal 31 …
- 23 -
Pasal 31
(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil
rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua
puluh satu) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih
anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan
dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32
(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau
Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang
calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota
melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota.
Pasal 33
Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4
(empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu
periode berikutnya.
Pasal 34 …
- 24 -
Pasal 34
(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan
berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai
dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden
untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur
untuk Komisi Informasi provinsi, dan kepada
bupati/walikota untuk Komisi Informasi
kabupaten/kota untuk ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau
diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana
paling singkat 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut;
atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar
kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi
Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi
Informasi provinsi, dan/atau keputusan
bupati/walikota untuk Komisi Informasi
kabupaten/kota.
(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi
dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh
gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk
Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota
setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk
Komisi Informasi kabupaten/kota.
(5) Anggota …
- 25 -
(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu
diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan
sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi
Informasi pada periode dimaksud.
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan
alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan
alasan pengecualian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak
sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan
yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
(3) Alasan …
- 26 -
(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila
atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh
bawahannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik
diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak
memuaskan Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik
diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari
atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (2).
Pasal 38
(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi
dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus
mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja
setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik.
(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam
waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan
melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.
BAB IX …
- 27 -
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan
pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat
dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi
dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi
Informasi.
Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan
sebagai mediator.
Bagian Kedua
Ajudikasi
Pasal 42
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi
nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh
apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara
tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa,
atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik
diri dari perundingan.
Pasal 43
(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan
memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota
komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk
umum.
(3) Dalam …
- 28 -
(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan
dokumen-dokumen yang termasuk dalam
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi
Informasi memberikan salinan permohonan tersebut
kepada pihak termohon.
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait
yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam
proses pemeriksaan.
(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk
mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun
tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat
mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat
Pembuktian
Pasal 45
(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang
mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak
dapat memberikan informasi dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35
ayat (1) huruf a.
(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang
mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi
Publik mengajukan permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.
Bagian Kelima …
- 29 -
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi
Pasal 46
(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau
penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian
informasi yang diminta berisikan salah satu perintah
di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan
memutuskan untuk memberikan sebagian atau
seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon
Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi
Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi untuk tidak
memberikan informasi yang diminta sebagian atau
seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu
perintah di bawah ini:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik
atau memutuskan mengenai biaya penelusuran
dan/atau penggandaan informasi.
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum, kecuali putusan yang
menyangkut informasi yang dikecualikan.
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan
putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus
suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari
putusan yang diambil, pendapat anggota komisi
tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB X …
- 30 -
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata
usaha negara apabila yang digugat adalah Badan
Publik negara.
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan
negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik
selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 48
(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh
apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa
secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14
(empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan
tersebut.
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan,
sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat
tertutup.
Pasal 49
(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau
pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa
Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan
akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang
diminta berisi salah satu perintah berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi
dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi
Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh
informasi yang diminta oleh Pemohon
Informasi Publik.
b. menguatkan …
- 31 -
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau
memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik;
atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh
informasi yang diminta oleh Pemohon
Informasi Publik.
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau
pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa
Informasi Publik tentang pokok keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g berisi salah satu perintah
berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi
jangka waktu pemberian informasi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik;
atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri
memberikan salinan putusannya kepada para pihak
yang bersengketa.
Bagian Kedua
Kasasi
Pasal 50
Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata
usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam
waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan
pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XI …
- 32 -
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan
Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan,
tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi
Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi
Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta,
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan
dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun
yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan
kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b,
huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap …
- 33 -
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf
e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan pidana denda paling banyak
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi
Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam
Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi
pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus,
yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang
yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini
merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan
umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran
ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling
lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.
Pasal 60 …
- 34 -
Pasal 60
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling
lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.
Pasal 61
Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan
Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan
Undang-Undang.
Pasal 62
Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak
diberlakukannya Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 64
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun
sejak tanggal diundangkan.
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah,
petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana,
serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung
paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Agar …
- 35 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan di
pada tanggal 30 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di
pada tanggal 30 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
I. UMUM
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan
jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu
dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan
Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak
untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai
salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan
negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi
menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan
negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin
dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh
Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi
atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan
keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik
sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1)
hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan
Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara
cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana;
(3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan
Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan
Informasi.
Setiap …
- 2 -
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses
atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut
untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undangundang
ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta
penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan mencakup pula organisasi
nonpemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat,
perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari
APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui
mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta
kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang
transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat
untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan
Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi
pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal
itu dapat mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang
merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah pemenuhan
atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
“Cara …
- 3 -
“Cara sederhana” adalah Informasi yang diminta dapat
diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga
untuk dipahami.
“Biaya ringan” adalah biaya yang dikenakan secara
proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “konsekuensi yang timbul” adalah
konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang
dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu
Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan
terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan
publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat
dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi
tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau
sebaliknya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membahayakan negara”
adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut
mengenai Informasi yang membahayakan negara
ditetapkan oleh Komisi Informasi.
huruf b …
- 4 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak
sehat” adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat
persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi
persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah
rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan
Badan Publik atau tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang
diminta belum dikuasai atau didokumentasikan”
adalah Badan Publik secara nyata belum menguasai
dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik
dimaksud.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin,
teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik” adalah Informasi yang
menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan
tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya
yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
huruf b …
- 5 -
Huruf b
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi
Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil
dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “serta-merta” adalah spontan, pada
saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b …
- 6 -
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. “transparansi” adalah keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan Informasi materiil
dan relevan mengenai perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana
pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan
dan prinsip korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. “pertanggungjawaban” adalah kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan
(stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.
huruf j …
- 7 -
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”undang-undang yang berkaitan
dengan badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah” adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-
Undang yang mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha
milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum
bagi seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha
tersebut.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
huruf g …
- 8 -
Huruf g
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan
dengan partai politik” adalah Undang-Undang tentang Partai
Politik.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “organisasi nonpemerintah” adalah
organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya
masyarakat, badan usaha nonpemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait
dengan sistem pertahanan dan keamanan negara”
adalah Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem
komunikasi strategis pertahanan, sistem
pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu,
dan pengendali operasi militer;
2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi
militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer yang digelar,
misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi
militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi
militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan
kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis
kondisi fisik dan moral musuh;
3 sistem persenjataan pada spesifikasi teknis
operasional alat persenjataan militer, kinerja dan
kapabilitas teknis operasional alat persenjataan
militer, kerawanan sistem persenjataan militer,
serta rancang bangun dan purwarupa
persenjataan militer;
Angka 2 …
- 9 -
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian negara”
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi
data dan Informasi tentang material sandi dan jaring
yang digunakan, metode dan teknik aplikasi
persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan
pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak
lain yang meliputi data dan Informasi material sandi
yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis,
sumber Informasi bersandi, serta hasil analisis dan
personil sandi yang melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara”
adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan
intelijen yang disesuaikan dengan strata masingmasing
agar lebih terarah dan terkoordinasi secara
efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam
mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi
ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil
analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan
relevan yang dapat mendukung dan menyukseskan
kebijaksanaan dan strategi nasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
- 10 -
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Memorandum yang dirahasiakan” adalah memorandum
atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan
Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk
pihak selain Badan Publik yang sedang melakukan
hubungan dengan Badan Publik dimaksud dan apabila
dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan
kebijakan, yakni dapat:
1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran
dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran
gagasan sehubungan dengan proses pengambilan
keputusan;
2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya
pengungkapan secara prematur;
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi
yang akan atau sedang dilakukan.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23 …
- 11 -
Pasal 23
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam
menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk
dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar
pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian
sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki
kekuatan setara dengan putusan pengadilan.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan
penyelesaian sengketa” adalah prosedur beracara di
bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …
- 12 -
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kode etik” adalah pedoman
perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi
Informasi, yang penetapannya dilakukan oleh Komisi
Informasi Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
“Pejabat pelaksana kesekretariatan” adalah pejabat
struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di
bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan
informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) …
- 13 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan melalui surat
keterangan tim penguji kesehatan resmi yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”terbuka” adalah bahwa
Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus
diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan ”jujur” adalah bahwa proses
rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif
berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan ”objektif” adalah bahwa proses
rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang
diatur oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2) …
- 14 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah
mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi
Informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) …
- 15 -
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penggantian antarwaktu anggota
Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota Komisi
Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi
Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan
sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa
jabatannya berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya
berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi,
alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan
Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi” adalah pejabat yang merupakan atasan
langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari
atasan langsung pejabat yang bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons
dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan
yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan
Informasi Publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
- 16 -
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui
proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47 …
- 17 -
Pasal 47
Ayat (1)
Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan
kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan
Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52
Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana
yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:
a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;
b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau
yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak
pidana; atau
c. kedua-duanya.
Pasal 53
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 54 …
- 18 -
Pasal 54
Ayat (1)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 55
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap
orang perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum
atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846
Langganan:
Postingan (Atom)