Minggu, 30 Oktober 2011

UU NO 7 TAHUN 2004 (UU AIR)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam segala bidang;
b. bahwa dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air
yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat,
sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial,
lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras;
c. bahwa pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan
sinergi dan keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor, dan
antargenerasi;
d. bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan
keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya
air;
e. bahwa Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sudah
tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan
dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undangundang
yang baru;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
b, c, d, dan e perlu dibentuk undang-undang tentang sumber daya air;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf D ayat
(1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG SUMBER DAYA AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah,
air hujan, dan air laut yang berada di darat.
3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.
4. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
5. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
6. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada
sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.
7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air.
8. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara
menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.
10. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang
luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
11. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh aktivitas daratan.
12. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
13. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
14. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.
15. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan
air.
16. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah
otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta
para menteri.
18. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang.
19. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber
daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.
20. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.
21. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.
22. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.
23. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan
air dan sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber
daya air.
24. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber
air dan prasarana sumber daya air.
25. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain
yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung
maupun tidak langsung.
26. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk
melaksanakan pengelolaan sumber daya air.
Pasal 2
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 3
Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air
yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 4
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang
diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras.
Pasal 5
Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan
produktif.
Pasal 6
(1)
(2)
(3)
(4)
Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap
mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa
dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
peraturan perundang-undangan.
Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan
telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.
Atas dasar penguasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan hak guna air.
Pasal 7
(1)
(2)
Hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) berupa hak
guna pakai air dan hak guna usaha air.
Hak guna air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disewakan
atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya.
Pasal 8
(1)
(2)
Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di
dalam sistem irigasi.
Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerlukan izin
apabila:
a. cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami
sumber air;
b. ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah
besar; atau
c. digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.
(3)
(4)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
Hak guna pakai air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak untuk
mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang
berbatasan dengan tanahnya.
Pasal 9
(1)
(2)
(3)
Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha
dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain
berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa kesepakatan
ganti kerugian atau kompensasi.
Pasal 10
Ketentuan mengenai hak guna air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal
8, dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 11
(1)
(2)
(3)
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat
dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air.
Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah.
(4)
(5)
Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha
seluas-luasnya.
Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan
antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.
Ketentuan mengenai penyusunan pola pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 12
(1)
(2)
(3)
Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai.
Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah.
Ketentuan mengenai pengelolaan air permukaan dan pengelolaan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB II
WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 13
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Sumber Daya Air Nasional.
Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas
kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan wilayah sungai strategis nasional.
Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah
lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air
tanah lintas negara.
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan
cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 14
Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:
a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai
strategis nasional;
e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis
nasional;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada
cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;
h. membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air
wilayah sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai
strategis nasional;
i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan
sumber daya air;
j. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber
daya air;
k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah
sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan
l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 15
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan
kepentingan provinsi sekitarnya;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi
sekitarnya;
d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota;
e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota;
g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas
penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air
tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
h. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam
pengelolaan sumber daya air;
j. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi
kebutuhan pokok masyarakat atas air;
k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
dan
l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada
pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 16
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya
berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan
pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota;
c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai
dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam
satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota
sekitarnya;
f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,
penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya
air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
g. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat
kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
h. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat
di wilayahnya; dan
i. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota.
Pasal 17
Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut dengan
nama lain meliputi:
a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan
oleh masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;
b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;
c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air
sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan
d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan
sumber daya air di wilayahnya.
Pasal 18
Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
(2)
Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian
wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16,
pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada
pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16
wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal:
a. pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang
pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan
kepentingan umum; dan/atau
b. adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.
BAB III
KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
Pasal 20
(1)
(2)
Konservasi sumber daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan
keberadaan daya dukung, daya tampung, dan fungsi sumber daya air.
Konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air,
(3)
serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dengan
mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada
setiap wilayah sungai.
Ketentuan tentang konservasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.
Pasal 21
(1)
(2)
Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan
melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap
kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk
kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia.
Perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui:
a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah
tangkapan air;
b. pengendalian pemanfaatan sumber air;
c. pengisian air pada sumber air;
d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;
e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan
pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;
f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;
g. pengaturan daerah sempadan sumber air;
h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan
pelestarian alam.
(3)
(4)
(5)
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan.
Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif
dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
(1)
(2)
Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air
atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
Pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara:
a. menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan
pada waktu diperlukan;
b. menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau
c. mengendalikan penggunaan air tanah.
(3) Ketentuan mengenai pengawetan air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 23
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ditujukan untuk
mempertahankan dan memulihkan kualitas air yang masuk dan yang ada
pada sumber-sumber air.
Pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber
daya air.
Pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber
air dan prasarana sumber daya air.
Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 24
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya
pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.
Pasal 25
(1)
Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa,
cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka
(2)
(3)
alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai.
Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai
diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB IV
PENDAYAGUNAAN SUMBER DAYA AIR
Pasal 26
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan,
penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya
air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan
pada setiap wilayah sungai.
Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber
daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan
pokok kehidupan masyarakat secara adil.
Pendayagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.
Pendayagunaan sumber daya air diselenggarakan secara terpadu dan adil,
baik antarsektor, antarwilayah maupun antarkelompok masyarakat dengan
mendorong pola kerja sama.
Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air
hujan, air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan
air permukaan.
Setiap orang berkewajiban menggunakan air sehemat mungkin.
Pendayagunaan sumber daya air dilakukan dengan mengutamakan fungsi
sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat
air membayar biaya jasa pengelolaan sumber daya air dan dengan
melibatkan peran masyarakat.
Pasal 27
(1)
(2)
(3)
Penatagunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan
peruntukan air pada sumber air.
Penetapan zona pemanfaatan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana
tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai yang bersangkutan.
Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:
a. mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;
b. menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis
hidrologis;
c. memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan
sumber air;
d. memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;
e. melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan;
dan
f. memperhatikan fungsi kawasan.
(4) Ketentuan dan tata cara penetapan zona sumber air diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 28
(1) Penetapan peruntukan air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan
memperhatikan:
a. daya dukung sumber air;
b. jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;
c. perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan
d. pemanfaatan air yang sudah ada.
(2)
(3)
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan
ketentuan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1).(
Ketentuan mengenai penetapan peruntukan air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 29
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi
berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas.
Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan
sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan,
industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman
hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta
kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi
pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas
utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan.
Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya
air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada
pemakainya.
Penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan
sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
Pasal 30
(1)
(2)
Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan
sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai .
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan
sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan
perkembangan keperluan dan keadaan setempat.
Pasal 31
Ketentuan mengenai penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 dan Pasal 30 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 32
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai
media dan/atau materi.
Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan
rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari,
sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada
sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan.
Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang
dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari
pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan.
Apabila penggunaan air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib
mengganti kerugian.
Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya
menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air.
Ketentuan mengenai penggunaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 33
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur
dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi,
persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber
daya air.
Pasal 34
(1)
(2)
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan
fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah
tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan,
ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya.
(3)
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan
rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya air ;
b. kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;
c. kemampuan pembiayaan; dan
d. kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.
(4)
(5)
Pelaksanaan pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei,
investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis,
lingkungan hidup, dan ekonomi.
Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan
sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditangani
secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap
penyusunan rencana.
Pasal 35
Pengembangan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
meliputi:
a. air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;
b. air tanah pada cekungan air tanah;
c. air hujan; dan
d. air laut yang berada di darat.
Pasal 36
(1)
Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a
dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air
(2) yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai pengembangan sungai, danau, rawa, dan sumber air
permukaan lainnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1)
(2)
(3)
Air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b merupakan salah
satu sumber daya air yang keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat
mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan.
Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah dilakukan secara terpadu
dalam pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai dengan upaya
pencegahan terhadap kerusakan air tanah.
Ketentuan mengenai pengembangan air tanah diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1)
(2)
(3)
Pengembangan fungsi dan manfaat air hujan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 huruf c dilaksanakan dengan mengembangkan teknologi modifikasi
cuaca.
Badan usaha dan perseorangan dapat melaksanakan pemanfaatan awan
dengan teknologi modifikasi cuaca setelah memperoleh izin dari Pemerintah.
Ketentuan mengenai pemanfaatan awan untuk teknologi modifikasi cuaca
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 39
(1)
(2)
(3)
Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dilakukan dengan
memperhatikan fungsi lingkungan hidup.
Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di
darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber
daya air dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai pemanfaatan air laut yang berada di darat diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 40
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem
penyediaan air minum.
Pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan
penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum.
Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan
untuk:
a. terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas
dengan harga yang terjangkau;
b. tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia
jasa pelayanan; dan
c. meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.
(6)
(7)
(8)
Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diselenggarakan
secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d.
Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air
minum dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6),
Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.
Ketentuan pengembangan sistem penyediaan air minum, badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah penyelenggara pengembangan
sistem penyediaan air minum, peran serta koperasi, badan usaha swasta,
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan
air minum, dan pembentukan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (3), ayat (4), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 41
(1)
(2)
Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi.
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan
tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:
a. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi
menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;
b. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas
kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi;
c. pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada
satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.
(3)
(4)
(5)
(6)
Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab
perkumpulan petani pemakai air.
Pengembangan sistem irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat.
Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat dilakukan oleh
perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya.
Ketentuan mengenai pengembangan sistem irigasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 42
(1)
(2)
Pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk industri dan
pertambangan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 43
(1)
(2)
Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan untuk memenuhi
keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih lanjut.
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air untuk ketenagaan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 44
(1)
(2)
Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan
sumber air lainnya.
Ketentuan mengenai pengembangan sumber daya air sebagai jaringan
prasarana angkutan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 45
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan
fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup.
Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai
hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara
badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah.
Pengusahaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar
badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan-nya.
Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berbentuk:
a. penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam perizinan;
b. pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai
persyaratan yang ditentukan dalam perizinan; dan/atau
c. pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan
yang ditentukan dalam perizinan.
Pasal 46
(1)
(2)
Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
mengatur dan menetapkan alokasi air pada sumber air untuk pengusahaan
sumber daya air oleh badan usaha atau perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
(3)
(4)
Alokasi air untuk pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam
rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.
Alokasi air untuk pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau
pemerintah daerah.
Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin
pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan
alokasi air sementara.
Pasal 47
(1) Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:
a. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber
daya air; dan
b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin
pengusahaan sumber daya air.
(2)
(3)
(4)
(5)
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan
masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik.
Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong
keikutsertaan usaha kecil dan menengah.
Pasal 48
(1)
(2)
Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan
dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat
digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan
air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Pengusahaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
bersangkutan.
Pasal 49
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengusahaan air untuk negara lain tidak diizinkan, kecuali apabila
penyediaan air untuk berbagai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (2) telah dapat terpenuhi.
Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai
yang bersangkutan, serta memperhatikan kepentingan daerah di sekitarnya.
Rencana pengusahaan air untuk negara lain dilakukan melalui proses
konsultasi publik oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
Pengusahaan air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) wajib mendapat izin dari Pemerintah berdasarkan rekomendasi dari
pemerintah daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
Ketentuan mengenai pengusahaan sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB V
PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR
Pasal 51
(1)
(2)
(3)
(4)
Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup
upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian
daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola
pengelolaan sumber daya air.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat.
Pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber
daya air wilayah sungai dan masyarakat.
Pasal 52
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
Pasal 53
(1)
(2)
(3)
(4)
Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dilakukan baik
melalui kegiatan fisik dan/atau nonfisik maupun melalui penyeimbangan hulu
dan hilir wilayah sungai.
Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diutamakan pada
kegiatan nonfisik.
Pilihan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh
pengelola sumber daya air yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai pencegahan kerusakan dan bencana akibat daya rusak
air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 54
(1)
(2)
(3)
Penanggulangan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat
(1) dilakukan dengan mitigasi bencana.
Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpadu oleh instansi terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi
penanggulangan bencana pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
Ketentuan mengenai penanggulangan kerusakan dan bencana akibat daya
rusak air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 55
(1)
(2)
Penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional ditetapkan dengan
keputusan presiden.
Pasal 56
Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur dan/atau bupati/walikota
berwenang mengambil tindakan darurat guna keperluan penanggulangan daya
rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1).
Pasal 57
(1)
(2)
(3)
Pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1)
dilakukan dengan memulihkan kembali fungsi lingkungan hidup dan sistem
prasarana sumber daya air.
Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab
Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, dan masyarakat.
Ketentuan mengenai pemulihan daya rusak air sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 58
(1)
(2)
Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau, waduk dan/atau
bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
Ketentuan mengenai pengendalian daya rusak air pada sungai, danau,
waduk dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, air
hujan, dan air laut yang berada di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VI
PERENCANAAN
Pasal 59
(1)
(2)
(3)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan
rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasar-kan asas
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(4)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola
pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam
penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempur-naan rencana tata
ruang wilayah.
Pasal 60
(1)
(2)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur
dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar
perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi
sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber
daya air.
Ketentuan mengenai prosedur dan persyaratan perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 61
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Inventarisasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) dilakukan pada setiap wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia.
Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air
yang bersangkutan.
Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang
ditetapkan.
Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan
memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.
Ketentuan mengenai inventarisasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 62
(1)
(2)
(3)
Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (3) pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara
terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber
daya air.
Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan
secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada
(4)
(5)
(6)
(7)
masyarakat.
Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana
pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu
tertentu sesuai dengan kondisi setempat.
Instansi yang berwenang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap
rancangan rencana pengelolaan sumber daya air atas keberatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Rancangan rencana pengelolaan sumber daya air ditetapkan oleh instansi
yang berwenang untuk menjadi rencana pengelolaan sumber daya air.
Rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke
dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh
instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Ketentuan mengenai perencanaan pengelolaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VII
PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN PEMELIHARAAN
Pasal 63
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan
norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan
sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma,
standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Setiap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi pada sumber air wajib memperoleh izin dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pelaksanaan konstruksi prasarana dan sarana sumber daya air di atas tanah
pihak lain dilaksanakan setelah proses ganti kerugian dan/atau kompensasi
kepada pihak yang berhak diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Ketentuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air terdiri atas
pemeliharaan sumber air serta operasi dan pemeliharaan prasarana sumber
daya air.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk
menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya air.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai
dengan kewenangannya.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air yang
dibangun oleh badan usaha, kelompok masyarakat, atau perseorangan
menjadi tugas dan tanggung jawab pihak-pihak yang membangun.
Masyarakat ikut berperan dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi ditetapkan:
a. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan
sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya,
b. pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier
menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air.
(7)
(8)
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.
Ketentuan mengenai operasi dan pemeliharaan sumber daya air diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR
Pasal 65
(1)
Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah
daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air
(2) sesuai dengan kewenangannya.
Informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis,
kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber
daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan
sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air.
Pasal 66
(1)
(2)
(3)
Sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1) merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan
dikelola oleh berbagai institusi.
Jaringan informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang
sumber daya air.
Pemerintah dan pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis
untuk menyelenggarakan kegiatan sistem informasi sumber daya air.
Pasal 67
(1)
(2)
(3)
Pemerintah dan pemerintah daerah serta pengelola sumber daya air, sesuai
dengan kewenangannya, menyediakan informasi sumber daya air bagi
semua pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.
Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), seluruh instansi Pemerintah, pemerintah daerah, badan
hukum, organisasi, dan lembaga serta perseorangan yang melaksanakan
kegiatan berkaitan dengan sumber daya air menyampaikan laporan hasil
kegiatannya kepada instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab di bidang sumber daya air.
Pemerintah, pemerintah daerah, pengelola sumber daya air, badan hukum,
organisasi, lembaga dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) bertanggung jawab menjamin keakuratan, kebenaran, dan
ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.
Pasal 68
(1) Untuk mendukung pengelolaan sistem informasi sumber daya air diperlukan
(2)
(3)
(4)
pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan hidrogeologi
wilayah sungai pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrome-teorologi, dan
hidrogeologi ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan usul Dewan Sumber
Daya Air Nasional.
Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan pengelola sumber daya air sesuai dengan
kewenangannya.
Pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, dan hidrogeologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui kerja sama
dengan pihak lain.
Pasal 69
Ketentuan mengenai sistem informasi sumber daya air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB IX
PEMBERDAYAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 70
(1)
(2)
(3)
(4)
Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pember-dayaan para
pemilik kepentingan dan kelembagaan sumber daya air secara terencana dan
sistematis untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air.
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada
kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengawasan, operasi dan
pemeliharaan sumber daya air dengan melibatkan peran masyarakat.
Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya
pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing dengan berpedoman pada
tujuan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam
bentuk pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta
pendampingan.
Pasal 71
(1)
(2)
Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan
bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam
bidang sumber daya air.
Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan,
baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan
standar pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 72
(1)
(2)
(3)
(4)
Penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
sumber daya air diselenggarakan untuk mendukung dan meningkatkan
kinerja pengelolaan sumber daya air.
Menteri yang membidangi ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah
memperoleh saran dari menteri yang membidangi sumber daya air dan
menteri yang terkait dengan sumber daya air, menetapkan kebijakan dan
pedoman yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang sumber daya air.
Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong dan menciptakan kondisi
yang mendukung untuk meningkatkan pelaksanaan penelitian dan
pengembangan teknologi dalam bidang sumber daya air oleh masyarakat,
dunia usaha, dan perguruan tinggi.
Pasal 73
Pemerintah memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan ilmu
pengetahuan dan inovasi teknologi dalam bidang sumber daya air sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
(1)
(2)
(3)
Pendampingan dan pelatihan bidang sumber daya air ditujukan untuk
pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan pada wilayah
sungai.
Pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya dalam pengelolaan sumber daya air, menetapkan pedoman
kegiatan pendampingan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Instansi Pemerintah dan pemerintah daerah yang berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan sumber daya air wajib memberikan dukungan dan bekerja sama
untuk menyelenggarakan kegiatan pendampingan dan pelatihan.
Pasal 75
(1)
(2)
(3)
(4)
Untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan sumber daya air,
diselenggarakan kegiatan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil
pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai.
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan melibatkan peran masyarakat.
Peran masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau pengaduan kepada pihak
yang berwenang.
Pemerintah menetapkan pedoman pelaporan dan pengaduan masyarakat
dalam pengawasan pengelolaan sumber daya air.
Pasal 76
Ketentuan mengenai pemberdayaan dan pengawasan pengelolaan sumber daya
air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dan Pasal 75 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 77
(1) Pembiayaan pengelolaan sumber daya air ditetapkan berdasarkan kebutuhan
(2)
nyata pengelolaan sumber daya air.
Jenis pembiayaan pengelolaan sumber daya air meliputi:
a. biaya sistem informasi;
b. biaya perencanaan;
c. biaya pelaksanaan konstruksi;
d. biaya operasi, pemeliharaan; dan
e. biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Sumber dana untuk setiap jenis pembiayaan dapat berupa:
a. anggaran pemerintah;
b. anggaran swasta; dan/atau
c. hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
Pasal 78
(1)
(2)
(3)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (1) dibebankan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, badan
usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya air,
koperasi, badan usaha lain, dan perseorangan, baik secara sendiri-sendiri
maupun dalam bentuk kerja sama.
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi tanggung jawab
Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada kewenangan masing-masing dalam pengelolaan sumber
daya air.
Pembiayaan pelaksanaan konstruksi dan operasi dan pemeliharaan sistem
irigasi diatur sebagai berikut:
a. pembiayaan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
sistem irigasi primer dan sekunder menjadi tanggung jawab Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya; dan dapat
melibatkan peran serta masyarakat petani,
b. pembiayaan pelaksanaan konstruksi sistem irigasi tersier menjadi
tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah, kecuali bangunan sadap, saluran sepanjang 50 m
dari bangunan sadap, dan boks tersier serta bangunan pelengkap
tersier lainnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah,
c. pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi
tanggung jawab petani, dan dapat dibantu Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah.
(4) Dalam hal terdapat kepentingan mendesak untuk pendayagunaan sumber
daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, lintas kabupaten/kota, dan
strategis nasional, pembiayaan pengelolaan-nya ditetapkan bersama oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah yang bersangkutan melalui pola kerja
sama.
Pasal 79
(1)
(2)
Pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (1) yang ditujukan untuk pengusahaan sumber daya air yang
diselenggarakan oleh koperasi, badan usaha milik negara/badan usaha milik
daerah pengelola sumber daya air, badan usaha lain dan perseorangan
ditanggung oleh masing-masing yang bersangkutan.
Untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan umum, Pemerintah
dan pemerintah daerah dalam batas-batas tertentu dapat memberikan
bantuan biaya pengelolaan kepada badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah pengelola sumber daya air.
Pasal 80
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan
untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya
air.
Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air.
Penentuan besarnya biaya jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perhitungan ekonomi rasional yang
dapat dipertanggung-jawabkan.
Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk setiap
jenis penggunaan sumber daya air didasarkan pada pertimbangan
kemampuan ekonomi kelompok pengguna dan volume penggunaan sumber
(6)
(7)
daya air.
Penentuan nilai satuan biaya jasa pengelolaan sumber daya air untuk jenis
penggunaan nonusaha dikecualikan dari perhitungan ekonomi rasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pengelola sumber daya air berhak atas hasil penerimaan dana yang dipungut
dari para pengguna jasa pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Dana yang dipungut dari para pengguna sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dipergunakan untuk mendukung terselenggaranya
kelangsungan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Pasal 81
Ketentuan mengenai pembiayaan pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, dan Pasal 80 diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 82
Dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya air, masyarakat berhak untuk:
a. memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
air;
b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan pengelolaan sumber daya air;
c. memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air;
d. menyatakan keberatan terhadap rencana pengelolaan sumber daya air
yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi
setempat;
e. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas
kerugian yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pengelolaan sumber daya air; dan/atau
f. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah
sumber daya air yang merugikan kehidupannya.
Pasal 83
Dalam menggunakan hak guna air, masyarakat pemegang hak guna air
berkewajiban memperhatikan kepentingan umum yang diwujudkan melalui
perannya dalam konservasi sumber daya air serta perlindungan dan
pengamanan prasarana sumber daya air.
Pasal 84
(1)
(2)
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan
sumber daya air.
Ketentuan mengenai peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
BAB XII
KOORDINASI
Pasal 85
(1)
(2)
Pengelolaan sumber daya air mencakup kepentingan lintas sektoral dan
lintas wilayah yang memerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga
kelangsungan fungsi dan manfaat air dan sumber air.
Pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui koordinasi dengan mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor,
wilayah, dan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air.
Pasal 86
(1)
(2)
Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) dilakukan oleh
suatu wadah koordinasi yang bernama dewan sumber daya air atau dengan
nama lain.
(3)
(4)
Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas
pokok menyusun dan merumuskan kebijakan serta strategi pengelolaan
sumber daya air.
Wadah koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan
unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah dalam jumlah yang seimbang
atas dasar prinsip keterwakilan.
Susunan organisasi dan tata kerja wadah koordinasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.
Pasal 87
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Koordinasi pada tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Sumber Daya Air
Nasional yang dibentuk oleh Pemerintah, dan pada tingkat provinsi dilakukan
oleh wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air provinsi atau
dengan nama lain yang dibentuk oleh pemerintah provinsi.
Untuk pelaksanaan koordinasi pada tingkat kabupaten/kota dapat dibentuk
wadah koordinasi dengan nama dewan sumber daya air kabupaten/kota atau
dengan nama lain oleh pemerintah kabupaten/kota.
Wadah koordinasi pada wilayah sungai dapat dibentuk sesuai dengan
kebutuhan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang
bersangkutan.
Hubungan kerja antarwadah koordinasi tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai bersifat konsultatif dan koordinatif.
Pedoman mengenai pembentukan wadah koordinasi pada tingkat provinsi,
kabupaten/kota, dan wilayah sungai diatur lebih lanjut dengan keputusan
menteri yang membidangi sumber daya air.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 88
(1)
(2)
Penyelesaian sengketa sumber daya air pada tahap pertama diupayakan
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya penyelesaian di
(3)
luar pengadilan atau melalui pengadilan.
Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 89
Sengketa mengenai kewenangan pengelolaan sumber daya air antara
Pemerintah dan pemerintah daerah diselesaikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB XIV
GUGATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
Pasal 90
Masyarakat yang dirugikan akibat berbagai masalah pengelolaan sumber daya
air berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan.
Pasal 91
Instansi pemerintah yang membidangi sumber daya air bertindak untuk
kepentingan masyarakat apabila terdapat indikasi masyarakat menderita akibat
pencemaran air dan/atau kerusakan sumber air yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
Pasal 92
(1)
(2)
(3)
Organisasi yang bergerak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan
gugatan terhadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang
menyebabkan kerusakan sumber daya air dan/atau prasarananya, untuk
kepentingan keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada gugatan untuk
melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi
sumber daya air dan/atau gugatan membayar biaya atas pengeluaran nyata.
Organisasi yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. berbentuk organisasi kemasyarakatan yang berstatus badan hukum
dan bergerak dalam bidang sumber daya air;
b. mencantumkan tujuan pendirian organisasi dalam anggaran
dasarnya untuk kepentingan yang berkaitan dengan keberlanjutan
fungsi sumber daya air; dan
c. telah melakukan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 93
(1)
(2)
Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dalam
bidang sumber daya air dapat diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
tentang adanya tindak pidana sumber daya air;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang
diduga melakukan tindak pidana sumber daya air;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau
tersangka dalam perkara tindak pidana sumber daya air;
d. melakukan pemeriksaan prasarana sumber daya air dan
menghentikan peralatan yang diduga digunakan untuk melakukan
tindak pidana;
e. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana sebagai alat bukti;
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana sumber daya air;
g. membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkan-nya
kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
h. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.
(3)
(4)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 94
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu
upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan penggunaan
air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan
kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (3); atau
b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah):
a. setiap orang yang dengan sengaja menyewakan atau
memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2);
b. setiap orang yang dengan sengaja melakukan pengusahaan sumber
daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (3); atau
c. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada
norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (2);
d. setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan
konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah
atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(3).
Pasal 95
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
a. setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan
sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan
air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24; atau
b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
a. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau
pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (3); atau;
b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
(3) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
a. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan
sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak
didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2);
c. setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3).
Pasal 96
(1)
(2)
Dalam hal tindak pidana sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 dan Pasal 95 dilakukan oleh badan usaha, pidana dikenakan
terhadap badan usaha yang bersangkutan.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
terhadap badan usaha, pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda
ditambah sepertiga denda yang dijatuhkan.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 97
Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan yang
berkaitan dengan sumber daya air dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum dikeluarkan peraturan pelaksanaan baru berdasarkan
undang-undang ini.
Pasal 98
Perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air yang telah
diterbitkan sebelum ditetapkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan masa berlakunya berakhir.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 99
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 100
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undangundang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2004
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Maret 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 32
Salinan sesuai dengan aslinya,
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan
Lambock
V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2004
TENTANG
SUMBER DAYA AIR
UMUM
1. Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat
untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang.
Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas
penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang
untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan
pengaturan hak atas air. Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut
diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak-hak yang
serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk
memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak
guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi
hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan
sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada
pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin.
Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan
kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air
untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi,
pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan
pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air.
Jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi
sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila
persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi
ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang
sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan
alokasi.
3. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan
dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari
bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air
dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya.
Pemerintah atau pemerintah daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap
memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang
bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman.
4. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih
menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai
pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air
yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada
pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air.
Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang ini lebih memberikan
perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan
menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi
sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi.
5. Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat
dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah
administrasi.
Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya dengan kondisi
cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak merata dalam
setiap waktu dan setiap wilayah.
Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan
masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif
terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Asas Kelestarian mengandung pengertian bahwa pendayagunaan sumber daya air
diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumber daya air secara berkelanjutan.
Asas Keseimbangan mengandung pengertian keseimbangan antara fungsi sosial, fungsi
lingkungan hidup, dan fungsi ekonomi.
Asas Kemanfaatan Umum mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air
dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum
secara efektif dan efisien.
Asas Keterpaduan dan Keserasian mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya air dilakukan secara terpadu dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai
kepentingan dengan memperhatikan sifat alami air yang dinamis.
Asas Keadilan mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan
secara merata ke seluruh lapisan masyarakat di wilayah tanah air sehingga setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk berperan dan menikmati
hasilnya secara nyata.
Asas Kemandirian mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber daya air
dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan keunggulan sumber daya setempat.
Asas Transparansi dan Akuntabilitas mengandung pengertian bahwa pengelolaan sumber
daya air dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Pasal 3
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh mencakup
semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian
daya rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang
mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara terpadu merupakan
pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan
antarsektor dan antarwilayah administrasi.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup
adalah pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan
sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi
juga termasuk untuk kepentingan generasi yang akan datang.
Pasal 4
Sumber daya air mempunyai fungsi sosial berarti bahwa sumber daya air untuk
kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu.
Sumber daya air mempunyai fungsi lingkungan hidup berarti bahwa sumber daya air
menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelang-sungan hidup flora dan
fauna.
Sumber daya air mempunyai fungsi ekonomi berarti bahwa sumber daya air dapat
didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha.
Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa negara wajib menyelenggarakan berbagai upaya
untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Jaminan tersebut menjadi tanggung jawab bersama antara
Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang
ke sumber air untuk mendapatkan air. Besarnya kebutuhan pokok minimal sehari-hari
akan air ditentukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Pemerintah.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah adalah kewenangan yang di-berikan oleh
negara kepada Pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengaturan sumber daya
air.
Yang dimaksud dengan hak yang serupa dengan hak ulayat adalah hak yang
sebelumnya diakui dengan berbagai sebutan dari masing-masing daerah yang
pengertiannya sama dengan hak ulayat, misalnya:
tanah wilayah pertuanan di Ambon; panyam peto atau pewatasan di Kalimantan;
wewengkon di Jawa, prabumian dan payar di Bali; totabuan di Bolaang-Mangondouw,
torluk di Angkola, limpo di Sulawesi Selatan, muru di Pulau Buru, paer di Lombok,
dan panjaean di Tanah Batak.
Ayat (3)
Pengakuan adanya hak ulayat masyarakat hukum adat termasuk hak yang serupa
dengan itu hendaknya dipahami bahwa yang dimaksud dengan masyarakat hukum
adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai
warga bersama suatu persekutuan hukum adat yang didasarkan atas kesamaan
tempat tinggal atau atas dasar keturunan. Hak ulayat masyarakat hukum adat
dianggap masih ada apabila memenuhi tiga unsur, yaitu :
a. unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih
merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuanketentuan
persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari;
b. unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi
lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya
mengambil keperluan hidupnya sehari-hari; dan
c. unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu
terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan
penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan artinya hak guna
air yang diberikan kepada pemohon tidak dapat disewakan dan dipindahkan kepada
pihak lain dengan alasan apapun.
Apabila hak guna air tersebut tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak guna air,
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mencabut hak guna air yang
bersangkutan.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air
(bukan dari saluran distribusi) untuk keperluan sendiri guna mencapai kehidupan
yang sehat, bersih dan produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, minum, masak,
mandi, cuci dan, peturasan.
Yang dimaksud dengan pertanian rakyat adalah budi daya pertanian yang meliputi
berbagai komoditi yaitu pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan,
perkebunan, dan kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas tertentu yang
kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga.
Yang dimaksud dengan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi,
manajemen irigasi, institusi pengelola irigasi, dan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk mewujudkan ketertiban pelaksanaan
rencana penyediaan sumber daya air.
Yang dimaksud dengan mengubah kondisi alami sumber air adalah mempertinggi,
memperendah, dan membelokkan sumber air.
Mempertinggi adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan air pada sumber air
menjadi lebih tinggi, misalnya membangun bendung atau ben-dungan. Termasuk
dalam pengertian mempertinggi adalah memompa air dari sumber air untuk
pertanian rakyat.
Memperendah adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan air pada sumber air
menjadi lebih rendah atau turun dari semestinya, misalnya menggali atau mengeruk
sungai.
Membelokkan adalah perbuatan yang dapat mengakibatkan aliran air dan alur
sumber air menjadi berbelok dari alur yang sebenarnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Hak untuk mengalirkan air melalui tanah orang lain dimaksudkan agar tidak
mengganggu perolehan hak guna pakai air orang lain. Dalam hal air digunakan
untuk keperluan pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada, hak untuk
mengalirkan air melalui tanah orang lain didasarkan pada kesepakatan kedua belah
pihak.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perseorangan adalah subjek nonbadan usaha yang
memerlukan air untuk keperluan usahanya misalnya usaha pertamba-kan dan usaha
industri rumah tangga.
Ayat (2)
Persetujuan dimaksud dilakukan secara tertulis.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ganti kerugian adalah pemberian imbalan kepada pemegang
hak atas tanah sebagai akibat dari pelepasan hak atas ta-nah, bangunan, tanaman,
dan benda-benda lain yang berada di atasnya, yang besarnya ditetapkan berdasarkan
kesepakatan para pihak.
Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada pemegang hak atas tanah sebagai
akibat dari dilewatinya area tanahnya oleh aliran air pemegang hak guna usaha air
sehingga pemegang hak atas tanah tidak dapat memanfaatkan sepenuhnya hak atas
tanah yang dimilikinya. Besarnya kompensasi ditetapkan berdasarkan kesepakatan
para pihak. Hal yang sama berlaku terhadap masyarakat hukum adat.
Dalam hal yang terkena adalah aset milik negara, penggantian kerugian atau
kompensasi dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan masyarakat adalah seluruh rakyat Indonesia baik sebagai
perseorangan, kelompok orang, masyarakat adat, badan usaha, maupun yang
berhimpun dalam suatu lembaga atau organisasi kemasyarakatan.
Ayat (2)
Prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah diselenggarakan dengan
memperhatikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing instansi sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.
Ayat (3)
Pelibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan pola pengelolaan sumber
daya air dimaksudkan untuk menjaring masukan, perma-salahan, dan/atau
keinginan dari para pemilik kepentingan (stakeholders) untuk diolah dan dituangkan
dalam arahan kebijakan pengelolaan sumber daya air wilayah sungai. Pelibatan
masyarakat dan dunia usaha tersebut dilakukan melalui konsultasi publik yang
diselenggarakan minimal dalam 2 (dua) tahap.
Konsultasi publik tahap pertama dimaksudkan untuk menjaring masukan,
permasalahan, dan/atau keinginan masyarakat dan dunia usaha atas pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai.
Konsultasi publik tahap kedua dimaksudkan untuk sosialisasi pola yang ada guna
mendapatkan tanggapan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di wilayah
sungai yang bersangkutan. Dunia usaha yang dimaksud di sini adalah koperasi,
badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dan swasta.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan
adalah perlakuan yang proporsional untuk kegiatan konser-vasi dan pendayagunaan
sumber daya air.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dewan Sumber Daya Air Nasional merupakan wadah koordinasi antar para pemilik
kepentingan sumber daya air tingkat nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
87.
Pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional kepada Presiden diberikan atas
dasar masukan dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
Ayat (3)
Penetapan wilayah sungai strategis nasional dinilai berdasarkan parameter/aspek:
1. ukuran dan besarnya potensi sumber daya air pada wilayah sungai
bersangkutan;
2. banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai bersangkutan;
3. besarnya dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi terhadap pembangunan
nasional; dan
4. besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan
ekonomi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan kawasan lindung sumber air adalah kawasan yang
memberikan fungsi lindung pada sumber air misalnya daerah sempadan sumber air,
daerah resapan air, dan daerah sekitar mata air.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini dimaksudkan hanya untuk sumber daya air
permukaan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf al
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Pemberian izin pada ayat ini dimaksudkan hanya untuk sumber daya air permukaan.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Istilah desa yang dimaksud dalam pasal ini disesuaikan dengan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat seperti nagari, kampung, huta, bori, dan marga sedangkan yang
dimaksud dengan masyarakat termasuk masyarakat hukum adat.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan membahayakan kepentingan umum, misalnya: tidak
terurusnya kawasan lindung sumber air terutama pada daerah hulu sumber
air; tingkat pencemaran yang terus meningkat di sumber air; galian golongan c
di sungai yang tidak terkendali sehingga mengancam kerusakan pada pondasi
jembatan, tanggul sungai atau bangunan prasarana umum lainnya di sumber
air; atau tanah longsor yang diperkirakan dapat mengancam aktivitas
perekonomian masyarakat secara luas.
Huruf b
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui: mediasi, peringatan, fasilitasi,
dan/atau pengambilalihan kewenangan.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kelangsungan keberadaan sumber daya air adalah
terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan sumber air, termasuk potensi yang
terkandung di dalamnya.
Yang dimaksud dengan daya dukung sumber daya air adalah kemampuan sumber
daya air untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Yang dimaksud dengan daya tampung air dan sumber air adalah kemampuan air
dan sumber air untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk
atau dimasukkan ke dalamnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pengendalian pemanfaatan sumber air dapat berupa:
- mengatur pemanfaatan sebagian atau seluruh sumber air tertentu melalui
perizinan; dan/atau
- pelarangan untuk memanfaatkan sebagian atau seluruh sumber air
tertentu.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pengisian air pada sumber air antara lain:
pemindahan aliran air dari satu daerah aliran sungai ke daerah aliran sungai
lainnya, misalnya dengan sudetan, interkoneksi, suplesi, dan/atau imbuhan
air tanah.
Huruf d
Yang dimaksud dengan sanitasi meliputi prasarana dan sarana air limbah dan
persampahan.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pelaksanaan secara vegetatif merupakan upaya perlindungan dan pelestarian yang
dilakukan dengan atau melalui penanaman pepohonan atau tanaman yang sesuai
pada daerah tangkapan air atau daerah sempadan sumber air.
Yang dimaksud dengan cara sipil teknis adalah upaya perlindungan dan pelestarian
yang dilakukan melalui rekayasa teknis, seperti pembangunan bangunan penahan
sedimen, pembuatan teras (sengkedan), dan/atau perkuatan tebing sumber air.
Yang dimaksud dengan melalui pendekatan sosial, budaya, dan ekonomi adalah
bahwa pelaksanaan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dengan berbagai
upaya tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi sosial, budaya, dan
ekonomi masyarakat setempat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memperbaiki kualitas air pada sumber air antara lain
dilakukan melalui upaya aerasi pada sumber air.
Ayat (3)
Untuk mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air misalnya dilakukan
dengan cara tidak membuang sampah di sumber air, dan mengolah air limbah
sebelum dialirkan ke sumber air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan rusaknya sumber air adalah berkurangnya daya tampung atau
fungsi sumber air.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan keterkaitan antara air hujan, air permukaan, dan air tanah
adalah keadaan yang sesuai dengan daur hidrologi yang merupakan satu kesatuan
sistem (conjunctive use).
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan setiap orang meliputi orang perseorangan dan badan
usaha.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah
penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumber daya air baik secara
langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan kepada
pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan zona pemanfaatan sumber air adalah ruang pada sumber air
(waduk, danau, rawa, atau sungai) yang dialokasikan, baik sebagai fungsi lindung
maupun fungsi budi daya. Misalnya, membagi permukaan suatu waduk, danau,
rawa, atau sungai ke dalam berbagai zona pemanfaatan, antara lain, ruang yang
dialokasikan untuk budi daya perikanan, penambangan bahan galian golongan C,
transportasi air, olahraga air dan pariwisata, pelestarian unsur lingkungan yang unik
atau dilindungi, dan/atau pelestarian cagar budaya.
Penentuan zona pemanfaatan sumber air bertujuan untuk mendayagunakan
fungsi/potensi yang terdapat pada sumber air yang bersangkutan secara
berkelanjutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun yang akan datang.
Dalam penetapan zona pemanfaatan sumber air, selain untuk menentukan dan
memperjelas batas masing-masing zona pemanfaatan, termasuk juga ketentuan,
persyaratan, atau kriteria pemanfaatan dan pengendaliannya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penetapan peruntukan air pada sumber air adalah
pengelompokan penggunaan air yang terdapat pada sumber air ke dalam beberapa
golongan penggunaan air termasuk baku mutunya, misalnya mengelompokkan
penggunaan sungai ke dalam beberapa ruas menurut beberapa jenis golongan
penggunaan air untuk keperluan air baku untuk rumah tangga, pertanian, dan usaha
industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penyebutan jenis-jenis penyediaan sumber daya air pada ayat ini di luar kebutuhan
pokok bukan merupakan urutan prioritas.
Yang dimaksud dengan kebutuhan air untuk pertanian misalnya kebutuhan air
untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
Ayat (3)
Apabila terjadi konflik kepentingan antara pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari
dan pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat misalnya pada situasi
kekeringan yang ekstrim, prioritas ditempatkan pada pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kompensasi dapat berbentuk ganti kerugian misalnya berupa keringanan biaya jasa
pengelolaan sumber daya air yang dilakukan atas dasar kesepakatan antarpemakai.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kepentingan mendesak adalah suatu keadaan tertentu yang
mengharuskan pengambilan keputusan dengan cepat untuk mengubah rencana
penyediaan air, karena keterlambatan mengambil keputusan akan menimbulkan
kerugian harta, benda, jiwa, dan lingkungan yang lebih besar. Misalnya, perubahan
rencana penyediaan air untuk mengatasi kekeringan dan pemadaman kebakaran
hutan.
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penggunaan sebagai media misalnya pemanfaatan sungai
untuk transportasi dan arung jeram.
Yang dimaksud dengan penggunaan sebagai materi misalnya pemanfaatan air untuk
minum, rumah tangga, dan industri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Kerusakan pada sumber air antara lain dapat berupa longsoran pada tebing sumber
air, rusak atau jebolnya tanggul sungai, dan/atau menyempitnya ruas sumber air.
Yang dimaksud dengan mengganti kerugian antara lain dapat berupa kerja bakti
membuat bangunan penahan longsor, memperbaiki tanggul, atau membongkar
bangunan yang dijadikan tempat pengambilan atau penggunaan air dimaksud.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 33
Yang dimaksud dengan keadaan memaksa dalam ayat ini adalah keadaan yang bersifat
darurat.
Penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi misalnya untuk
penggelontoran sumber air di kawasan perkotaan yang tingkat pencemarannya sudah
sangat tinggi (terjadi keracunan).
Penggunaan sumber daya air untuk persiapan pelaksanaan konstruksi misalnya untuk
mengatasi kerusakan mendadak yang terjadi pada prasarana sumber daya air (tanggul
jebol).
Penggunaan sumber daya air untuk pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air
misalnya untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari pada saat terjadi kekeringan.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan termasuk kegiatan pelaksanaan
konstruksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kekhasan daerah adalah sifat khusus tertentu yang hanya ditemukan di suatu
daerah, bersifat positif dan produktif serta tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
Contoh:
• kekhasan di bidang kelembagaan masyarakat pemakai air untuk irigasi:
Subak di Bali, Tuo Banda di Sumatera Barat, Dharma Tirta di Jawa
Tengah, dan Mitra Cai di Jawa Barat.
• kekhasan di bidang penyelenggaraan pemerintahan seperti otonomi
khusus, desa, atau masyarakat hukum adat.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan konsultasi publik adalah upaya menyerap aspirasi
masyarakat melalui dialog dan musyawarah dengan semua pihak yang
berkepentingan. Konsultasi publik bertujuan mencegah dan meminimalkan dampak
sosial yang mungkin timbul serta untuk mendorong terlaksananya transparansi dan
partisipasi dalam pengambilan keputusan yang lebih adil.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 35
Huruf a
Yang dimaksud dengan sumber air permukaan lainnya, antara lain, situ, embung,
ranu, waduk, telaga, dan mata air (spring water).
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan modifikasi cuaca adalah upaya dengan cara memanfaatkan
parameter cuaca dan kondisi iklim pada lokasi tertentu untuk tujuan meminimalkan
dampak bencana alam akibat iklim dan cuaca, seperti kekeringan, banjir, dan
kebakaran hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat misalnya untuk
keperluan usaha tambak dan sistem pendinginan mesin.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan air minum rumah tangga adalah air dengan standar dapat
langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat
menurut hasil pengujian mikrobiologi (uji ecoli).
Yang dimaksud dengan pengembangan sistem penyediaan air minum adalah
memperluas dan meningkatkan sistem fisik (teknik) dan sistem nonfisik
(kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam
kesatuan yang utuh untuk menyediakan air minum yang memenuhi kualitas standar
tertentu bagi masyarakat menuju kepada keadaan yang lebih baik. Pengembangan
instalasi dan jaringan serta sistem penyediaan air minum untuk rumah tangga
termasuk pola hidran dan pola distribusi dengan mobil tangki air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik
daerah adalah badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah yang
bertugas menyelenggarakan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Ayat (4)
Dalam hal di suatu wilayah tidak terdapat penyelenggaraan air minum yang
dilakukan oleh badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah,
penyelenggaraan air minum di wilayah tersebut dilakukan oleh koperasi, badan
usaha swasta dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan
pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi
permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.
Ayat (2)
Pengembangan sistem irigasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah termasuk
saluran percontohan sepanjang 50 meter dari bangunan sadap/pengambilan tersier.
Kriteria pembagian tanggung jawab pengelolaan irigasi selain didasarkan pada
keberadaan jaringan tersebut terhadap wilayah administrasi juga perlu didasarkan
pada strata luasannya, sebagai berikut:
• daerah irigasi (DI) dengan luas kurang dari 1.000 ha (DI kecil) dan berada dalam
satu kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah
kabupaten/kota.
• daerah irigasi (DI) dengan luas 1.000 s.d. 3.000 ha (DI sedang), atau daerah irigasi
kecil yang bersifat lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan dan tanggung
jawab pemerintah provinsi.
• daerah irigasi (DI) dengan luas lebih dari 3.000 ha (DI besar), atau DI sedang yang
bersifat lintas provinsi, strategis nasional, dan lintas negara menjadi kewenangan
dan tanggung jawab Pemerintah.
Pelaksanaan pengembangan sistem irigasi yang menjadi kewenangan Pemerintah
dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundangundangan
.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa hak dan tanggung jawab pengembangan sistem
irigasi tersier ada pada petani, tetapi dalam batas-batas tertentu pemerintah dapat
memfasilitasinya.
Ayat (4)
Yang dimaksud masyarakat termasuk perkumpulan petani pemakai air.
Yang dimaksud dengan mengikutsertakan masyarakat adalah mendorong
masyarakat pemakai air pada umumnya dan petani pada khususnya untuk berperan
aktif dalam pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan pihak lain adalah kelompok masyarakat di luar
kelompok/perkumpulan petani pemakai air, perseorangan atau badan usaha yang
karena kebutuhan dan atas pertimbangan/advis/rekomendasi pemerintah secara
berjenjang menurut skala kewenangan dinilai mampu untuk mengembangkan
sistem irigasi. Pengembangan sistem irigasi harus selaras dengan rencana tata ruang
wilayah.
Pengembangan dalam arti pelaksanaan konstruksi dapat dilakukan oleh pihak lain
dengan desain konstruksi yang telah disetujui oleh pemerintah.
Pengembangan sistem irigasi juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga atas supervisi
pemerintah. Pengaturan tentang tata cara persetujuan dan supervisi pemerintah
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan kemampuan petani berarti mampu secara kelembagaan,
teknis, dan pembiayaan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan keperluan ketenagaan misalnya menggunakan air sebagai
penggerak turbin pembangkit listrik atau sebagai penggerak kincir.
Yang dimaksud dengan memenuhi keperluan sendiri adalah penggunaan tenaga
yang dihasilkan hanya dimanfaatkan untuk melayani dirinya sendiri/kelompoknya
sendiri, sedangkan untuk diusahakan lebih lanjut adalah penggunaan tenaga yang
dihasilkan tidak hanya untuk keperluan sendiri tetapi dipasarkan kepada pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya air untuk perhubungan antara
lain untuk media transportasi misalnya untuk lalu lintas air dan pengangkutan kayu
melalui sungai.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi
satu wilayah sungai adalah pengusahaan pada seluruh sistem sumber daya air yang
ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan mulai dari hulu sampai hilir sungai
atau sumber air yang bersangkutan.
Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di
bidang pengelolaan sumber daya air adalah badan usaha yang secara khusus
dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan badan usaha pada ayat ini dapat berupa badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah (yang bukan badan usaha pengelola sumber daya
air wilayah sungai), badan usaha swasta, dan koperasi.
Kerja sama dapat dilakukan, baik dalam pembiayaan investasi pembangunan
prasarana sumber daya air maupun dalam penyediaan jasa pelayanan dan/atau
pengoperasian prasarana sumber daya air. Kerja sama dapat dilaksanakan dengan
berbagai cara misalnya dengan pola bangun guna serah (build, operate, and transfer),
perusahaan patungan, kontrak pelayanan, kontrak manajemen, kontrak konsesi,
kontrak sewa dan sebagainya. Pelaksanaan berbagai bentuk kerja sama yang
dimaksud harus tetap dalam batas-batas yang memungkinkan pemerintah
menjalankan kewenangannya dalam pengaturan, pengawasan dan pengendalian
pengelolaan sumber daya air secara keseluruhan.
Izin pengusahaan antara lain memuat substansi alokasi air dan/atau ruas (bagian)
sumber air yang dapat diusahakan.
Ayat (4)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pemanfaatan wadah air pada lokasi tertentu antara lain adalah pemanfaatan
atau penggunaan sumber air untuk keperluan wisata air, olahraga arung
jeram, atau lalu lintas air.
Huruf c
Pemanfaatan daya air antara lain sebagai penggerak turbin pembangkit
listrik atau sebagai penggerak kincir.
Pasal 46
Ayat (1)
Alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak sebagaimana yang tercantum
dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila persyaratan atau keadaan yang
dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang
bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan
kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi.
Ayat (2)
Alokasi air yang diberikan untuk keperluan pengusahaan tersebut tetap
memperhatikan alokasi air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan
pertanian rakyat pada wilayah sungai yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan alokasi air sementara adalah alokasi yang dihitung
berdasarkan perkiraan ketersediaan air yang dapat diandalkan (debit andalan)
dengan memperhitungkan kebutuhan pengguna air yang sudah ada.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memfasilitasi ialah menyerap, mempelajari dan mendalami
objek pengaduan, dan merespon secara proporsional/wajar.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Bentuk konsultasi publik yang digunakan dapat melalui tatap muka langsung dengan
para pemilik kepentingan (stakeholders) dan/atau dengan cara-cara lain yang lebih
efisien dan efektif dalam menjaring masukan/tanggapan para pemilik kepentingan
dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan saluran distribusi adalah saluran pembawa air baku, baik
yang berupa saluran terbuka maupun yang berbentuk saluran tertutup misalnya pipa.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya upaya pengusahaan yang
melampaui batas-batas daya dukung lingkungan sumber daya air sehingga
mengancam kelestariannya.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan daya rusak air antara lain berupa :
a. banjir;
b. erosi dan sedimentasi;
c. tanah longsor;
d. banjir lahar dingin;
e. tanah ambles;
f. perubahan sifat dan kandungan kimiawi, biologi, dan fisika air;
g. terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau satwa;
h. wabah penyakit;
i. intrusi; dan/atau
j. perembesan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan fisik adalah pembangunan sarana dan prasarana
serta upaya lainnya dalam rangka pencegahan kerusakan/ bencana yang
diakibatkan oleh daya rusak air, sedangkan kegiatan nonfisik adalah kegiatan
penyusunan dan/atau penerapan piranti lunak yang meliputi antara lain
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Yang dimaksud dengan penyeimbangan hulu dan hilir wilayah sungai adalah
penyelarasan antara upaya kegiatan konservasi di bagian hulu dengan
pendayagunaan di daerah hilir.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Mitigasi bencana adalah kegiatan-kegiatan yang bersifat meringankan penderitaan
akibat bencana, misalnya penyediaan fasilitas pengungsian dan penambalan darurat
tanggul bobol.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Keadaan yang membahayakan merupakan keadaan air yang luar biasa yang melampaui
batas rencana sehingga jika tidak diambil tindakan darurat diperkirakan dapat menjadi
bencana yang lebih besar terhadap keselamatan umum.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota
menjadi masukan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota; rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi masukan rencana tata
ruang wilayah kabupaten/kota dan provinsi bersangkutan; rencana pengelolaan
sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi menjadi masukan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan provinsi yang bersangkutan.
Selain sebagai masukan untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah, rencana
pengelolaan sumber daya air wilayah sungai juga digunakan sebagai masukan untuk
meninjau kembali rencana tata ruang wilayah dalam hal terjadi perubahanperubahan,
baik pada rencana pengelolaan sumber daya air maupun pada rencana
tata ruang pada periode waktu tertentu. Perubahan yang dimaksud merupakan
tuntutan perkembangan kondisi dan situasi.
Dengan demikian, antara rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata
ruang wilayah terdapat hubungan yang bersifat dinamis dan terbuka untuk saling
menyesuaikan.
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Kegiatan inventarisasi sumber daya air dimaksudkan antara lain untuk mengetahui
kondisi hidrologis, hidrometeorologis, hidrogeologis, potensi sumber daya air yang
tersedia, dan kebutuhan air, baik menyangkut kuantitas maupun kualitas beserta
prasarana dan sarana serta lingkungannya termasuk kondisi sosial ekonomi dan
budaya masyarakatnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Rencana pengelolaan sumber daya air disusun untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang. Penetapan jangka waktu perencanaan diserahkan pada kesepakatan pihak
yang berperan dalam perencanaan di setiap wilayah sungai. Pada umumnya jangka
waktu pendek adalah lima tahun, jangka waktu menengah adalah 10 tahun, dan
jangka waktu panjang adalah 25 tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengumuman dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat guna
menyatakan keberatan atas suatu rancangan rencana yang akan ditetapkan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Program-program pembangunan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air
misalnya program pengembangan air tanah oleh instansi yang bertanggung jawab di
bidang air tanah, program rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dilaksanakan oleh
instansi yang bertanggung jawab dalam bidang konservasi tanah.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air adalah
upaya melaksanakan pembangunan atau kegiatan konstruksi berdasarkan
perencanaan teknis yang telah dibuat, yang dapat berupa bangunan atau konstruksi
sarana dan/atau prasarana sumber daya air.
Yang dimaksud dengan pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan
daerah setempat. Yang dimaksud dengan manual adalah panduan yang berisikan
petunjuk mengoperasikan peralatan dan/atau komponen bangunan sumber daya air
misalnya pintu air, pompa banjir, dan alat pengukur debit air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengaturan dalam ayat ini, misalnya, pengaturan pembagian
air, pengaturan jadwal pemberian air, teknik pemanfaatan air, dan pengaturan
pemanfaatan sempadan sumber air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Kegiatan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan
sekunder dilakukan Pemerintah dan pemerintah daerah tidak menutup
kemungkinan perkumpulan petani pemakai air berperan serta sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya.
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 65
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi kondisi hidrologis misalnya tentang curah hujan, debit sungai, dan tinggi
muka air pada sumber air.
Informasi kondisi hidrometeorologis misalnya tentang temperatur udara, kecepatan
angin, dan kelembaban udara.
Informasi kondisi hidrogeologis mencakup cekungan air tanah misalnya potensi air
tanah dan kondisi akuifer atau lapisan pembawa air.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Akses terhadap informasi sumber daya air yang tersedia di pusat pengelolaan data di
instansi pemerintah, badan atau lembaga lain di masyarakat dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain melalui internet, media cetak yang diterbitkan secara
berkala, surat menyurat, telepon, faksimile, atau kunjungan langsung dengan prinsip
terbuka untuk semua pihak yang berkepentingan di bidang sumber daya air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 67
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan berkaitan dengan sumber daya air adalah kegiatan
studi, penelitian, seminar, lokakarya, kegiatan pemberdayaan masyarakat, serta
kegiatan pembangunan sarana dan/atau prasarana yang berkaitan dengan
pengelolaan sumber daya air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan para pemilik kepentingan adalah stakeholders di bidang
sumber daya air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Termasuk pengertian kelompok masyarakat adalah organisasi kemasyarakatan yang
memiliki aktivitas di bidang sumber daya air misalnya masyarakat subak dan
kelompok masyarakat petani pemakai air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan khusus adalah bentuk pendidikan nonformal
yang selama ini telah dilaksanakan dalam bidang sumber daya air, seperti kursus,
pelatihan, dan bentuk pendidikan nonformal lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendampingan adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai
pihak untuk meningkatkan penyadaran, perilaku dan kemampuan melalui kegiatan
advokasi, penyuluhan, dan bantuan teknis dengan cara menempatkan dan
menugaskan tenaga pendamping masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 75
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan pengawasan dalam ayat ini mencakup
pengamatan secara cermat atas praktik penyelenggaraan pengelolaan sumber daya
air, baik dalam konteks kesesuaiannya dengan rencana pengelolaan yang sudah
ditetapkan maupun dalam konteks ketaatannya termasuk tindak lanjutnya sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kebutuhan nyata adalah dana yang dibutuhkan semata-mata
untuk membiayai pengelolaan sumber daya air agar pelaksanaannya dapat
dilakukan secara wajar untuk menjamin keberlanjutan fungsi sumber daya air.
Ayat (2)
Setiap jenis pembiayaan dimaksud mencakup tiga aspek pengelolaan sumber daya
air, yaitu konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan biaya pelaksanaan konstruksi, termasuk di dalamnya
biaya konservasi sumber daya air.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan sumber daya air diperoleh dari para
penerima manfaat pengelolaan sumber daya air, baik untuk tujuan
pengusahaan sumber daya air maupun untuk tujuan penggunaan sumber
daya air yang wajib membayar.
Pasal 78
Ayat (1)
Badan usaha lain misalnya perseroan terbatas dan usaha dagang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan yang dianggap sangat
mendesak oleh daerah tetapi belum menjadi prioritas pada tingkat nasional untuk
wilayah sungai lintas provinsi dan wilayah sungai strategis nasional, atau belum
menjadi prioritas pada tingkat regional untuk wilayah sungai lintas kabupaten/kota.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan batas-batas tertentu adalah batasan terhadap lingkup
pekerjaan untuk pelayanan sosial, kesejahteraan, dan keselamatan umum yang dapat
dibiayai oleh Pemerintah dan pemerintah daerah misalnya rehabilitasi tanggul dan
sistem peringatan dini banjir. Sedangkan biaya pemeliharaan rutinnya tetap menjadi
tanggung jawab badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola
sumber daya air yang bersangkutan.
Pasal 80
Ayat (1)
Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang
tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air adalah pengguna sumber
daya air yang menggunakan air pada atau mengambil air untuk keperluan sendiri
dari sumber air yang bukan saluran distribusi.
Biaya jasa pengelolaan sumber daya air adalah biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan pengelolaan sumber daya air agar sumber daya air dapat
didayagunakan secara berkelanjutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Perhitungan ekonomi rasional yang dapat dipertanggungjawabkan adalah
perhitungan yang memperhatikan unsur-unsur:
a. biaya depresiasi investasi;
b. amortisasi dan bunga investasi;
c. operasi dan pemeliharaan; dan
d. untuk pengembangan sumber daya air.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan nilai satuan biaya jasa pengelolaan adalah besarnya biaya
jasa pengelolaan untuk setiap unit pemanfaatan misalnya Rp per kWh dan Rp per
m3.
Kelompok pengguna misalnya: kelompok pengusaha industri rumah tangga,
kelompok pengusaha industri pabrikan, dan kelompok pengusaha air dalam
kemasan.
Yang dimaksud dengan volume dalam volume penggunaan sumber daya air adalah
jumlah penggunaan sumber daya air yang dihitung dengan satuan m3, atau satuan
luas sumber air yang digunakan, atau satuan daya yang dihasilkan (kWh).
Tingkat kemampuan ekonomi kelompok pengguna perlu dipertimbangkan dalam
penentuan satuan biaya jasa pengelolaan mengingat adanya perbedaan jumlah
penghasilan.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan jenis penggunaan nonusaha adalah jenis penggunaan air
untuk kegiatan yang bertujuan tidak mencari keuntungan misalnya pertanian rakyat,
rumah tangga, dan peribadatan.
Ayat (6)
Yang dimaksud dana dalam ayat ini adalah pungutan biaya jasa pengelolaan
sumber daya air.
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Bentuk kerugian yang dialami sebagai akibat pelaksanaan pengelolaan sumber daya
air, misalnya hilang atau berkurangnya fungsi atau hak atas tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda lain yang berada di atasnya karena adanya
pembangunan bendungan, bendung, tanggul, saluran, dan bangunan prasarana
pengelolaan sumber daya air lainnya.
Pemberian ganti kerugian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
meliputi ganti kerugian fisik dan/atau nonfisik terhadap pemilik atau penggarap
hak atas tanah dan/atau benda-benda lain beserta tanaman yang berada di atasnya.
Ganti kerugian fisik dapat berupa uang, permukiman kembali, saham, atau dalam
bentuk lain.
Ganti kerugian nonfisik dapat berupa pemberian pekerjaan, atau jaminan
penghidupan lainnya yang tidak mengurangi nilai sosial ekonominya.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kerugian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air
misalnya terjadinya pemberian air yang tidak sesuai dengan jadwal waktu, tidak
sesuai dengan alokasi, dan/atau kualitas air yang tidak sesuai dengan baku mutu.
Yang dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah pengelola sumber daya air
dan pihak lain yang mempunyai tugas dan wewenang menerima pengaduan terkait
dengan pengelolaan sumber daya air.
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
Bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan, misalnya menyampaikan
pemikiran, gagasan, dan proses pengambilan keputusan dalam batas-batas tertentu.
Bentuk peran masyarakat dalam proses pelaksanaan yang mencakup pelaksanaan
konstruksi serta operasi dan pemeliharaan, misalnya sumbangan waktu, tenaga,
material, dan dana.
Bentuk peran masyarakat dalam proses pengawasan, misalnya menyampaikan
laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nama lain misalnya panitia tata pengaturan air provinsi dan
panitia tata pengaturan air kabupaten/kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan prinsip keterwakilan adalah terwakilinya kepentingan unsurunsur
yang terkait, misalnya sektor, wilayah, serta kelompok pengguna dan
pengusaha sumber daya air. Kelompok pakar, asosiasi profesi, organisasi
masyarakat dapat dilibatkan sebagai narasumber.
Yang dimaksud dengan seimbang adalah jumlah anggota yang proporsional antara
unsur pemerintah dan unsur nonpemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Ayat (1)
Sengketa sumber daya air dapat berupa sengketa pengelolaan sumber daya air
dan/atau sengketa hak guna pakai air atau hak guna usaha air. Misalnya sengketa
antarpengguna, antarpengusaha, antara para pengguna dan pengusaha,
antarwilayah, serta antara hulu dan hilir.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan organisasi yang bergerak di bidang sumber daya air antara
lain adalah organisasi pengguna air, organisasi pemerhati masalah air, lembaga
pendidikan, lembaga swadaya masyarakat bidang sumber daya air, asosiasi profesi,
dan/atau bentuk organisasi masyarakat lainnya yang bergerak di bidang sumber
daya air.
Hak mengajukan gugatan pada ayat ini adalah gugatan perwakilan.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar gugatan yang dilakukan oleh organisasi
hanya terbatas pada tindakan yang berkenaan dengan sumber daya air yang
menyangkut kepentingan publik dengan memohon kepada pengadilan agar
seseorang atau badan usaha diperintahkan untuk melakukan tindakan
penanggulangan dan pemulihan yang berkaitan dengan keberlanjutan fungsi sumber
daya air.
Yang dimaksud dengan biaya atas pengeluaran nyata adalah biaya yang nyata-nyata
dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi penggugat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya penyidikan
kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan hasil
penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik POLRI.
Hal itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah
memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi antara
pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan pejabat penyidik POLRI dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Perizinan dimaksud termasuk perjanjian yang berkaitan dengan penggunaan sumber
daya air yang telah dibuat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4377

Tidak ada komentar:

Posting Komentar